Makalah Perang Melawan Kolonialisme Dan Imperialisme
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Telah dibahas pada bab sebelumnya,
Indonesia yang berada di bumi bagian timur ini memiliki kekayaan alam yang
melimpah. Tanah yang subur sehingga memudahkan tumbuhnya berbagai tumbuhan
termasuk rempah – rempah yang menjadi salah satu incaran dari berbagai penjuru
dunia.
Datangnya para Bangsa Barat ke
Indonesia menciptakan sejarah yang tak terlupakan dan terus diabadikan.
Berhasilnya mereka mendapatkan tujuannya inilah awal dari adanya sejarah rakyat
Indonesia. Bangsa Barat memiliki kepandndaian dan kelicikan sehingga mereka
dapat mengusai Nusantara dengan berbagai cara. Tidak berhenti di situ, mereka
juga menjajah dengan mengeksploitasi kekayaan Indonesia dengan memanfaatkan
tenaga manusia pribumi tanpa memberi upah.
Kesewenang – wenangan inilah yang
menimbulkan perlawanan dari rakyat pribumi di berbagai daerah untuk mengusir
dan menghapuskan penjajahan.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana perang melawan hegomoni dan
keserakahan kongsi dagang?
2.
Bagaimana perang melawan penjajahan kolonial
belanda?
C. Tujuan
1.
Mengetahui perang melawan hegomoni dan
keserakahan kongsi dagang
2.
Mengetahui perang melawan penjajahan kolonial
belanda
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perang melawan
hegomoni dan keserakahan kongsi dagang
1. Aceh Melawan
Portugis dan VOC
Setelah Malaka jatuh ke tangan
Portugis pada tahun 1511, justru membawa hikmah bagi Aceh. Banyak para pedagang
Islam yang menyingkir dari Malaka menuju ke Aceh. Dengan demikian perdagangan
di Aceh semakin ramai. Hal ini telah mendorong Aceh berkembang menjadi bandar
dan pusat perdagangan. Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh
Portugis sebagai ancaman, oleh karena itu, Portugis berkehendak untuk
menghancurkan Aceh. Pada tahun 1523 Portugis melancarkan serangan ke Aceh di
bawah pimpinan Henrigues, dan menyusul pada tahun 1524 dipimpin oleh de Sauza.
Beberapa serangan Portugis ini mengalami kegagalan.
Portugis terus
mencari cara untuk melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan.
Kapal-kapal Portugis selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh di manapun
berada. Misalnya, pada saat kapal-kapal dagang Aceh sedang berlayar di Laut
Merah pada tahun 1524/1525 diburu oleh kapal kapal Portugis untuk ditangkap.
Sudah barang tentu tindakan Portugis telah merampas kedaulatan Aceh yang ingin
bebas dan berdaulat berdagang dengan siapa saja, mengadakan hubungan dengan
bangsa manapun atas dasar persamaan.
Usaha VOC untuk berdagang dan
menguasai pelabuhan-pelabuhan penting di Aceh tidak berhasil, karena Sultan
Iskandar Muda cukup tegas. Ia selalu mempersulit orang-orang barat untuk
berdagang di wilayahnya.
Ketika itu
Inggris dan Belanda minta ijin untuk berdagang di wilayah Aceh. Sultan Iskandar
Muda menegaskan bahwa ia hanya akan memberi ijin kepada salah satu di antara
keduanya dengan syarat ijin diberikan kepada yang memberi keuntungan kepada
Kerajaan Aceh.
Karena merasa
kesulitan mendapatkan ijin berdagang, maka para pedagang Inggris dan Belanda
mencoba melaksanakan perdagangan Inggris dan Belanda mencoba melaksanakan
perdagangan gelap atau penyelundupan. Usaha itupun tidak berhasil, karena
armada Aceh selalu siaga menjaga setiap pelabuhan di wilayahnya.
Pada akhir
pemerintahan Sultan Iskandar uda, Aceh mulai surut. Hal itu akibat kekalahan
Perlawanan Aceh terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena itu, Aceh membutuhkan
banyak beaya untuk membangun armadanya kembali. Maka dengan sangat terpaksa,
Aceh memberi ijin kepada VOC untuk berdagang di wilayahnya.
Dalam
pelaksanaannya, VOC tetap mengalami kesulitan. Pada tahun 1641 VOC merebut
Malaka dari tangan Portugis. Sejak itu VOC berperan penting di Selat Malaka.
Akibatnya peranan Aceh di selat tersebut makin berkurang.
2. Perlawanan Rakyat Maluku terhadap Portugis
dan VOC
Karena ulah orang-orang Portugis
yang serakah, maka hubungannya dengan Ternate yang semula baik menjadi retak.
Portugis ingin memaksakan monopoli perdagangan kepada rakyat Ternate. Tentu
saja hal itu ditentang oleh rakyat Ternate. Perlawanan terhadap kekuasaan
Portugis di Ternate berkobar pada tahun 1533.
Untuk menghadapi Portugis, Sultan
Ternate menyerukan agar rakyat dari Irian sampai ke Pulau Jawa bersatu melawan
Portugis. Maka berkobarlah perlawanan umum di Maluku terhadap Portugis. rakyat
Maluku bangkit melawan Portugis. Kerajaan Ternate dan Tidore bersatu. Akibatnya
Portugis terdesak. Karena merasa terdesak, Portugis lalu mendatangkan pasukan
dari Malaka, di bawah pimpinan Antonio Galvao. Pasukan bantuan tersebut
menyerbu beberapa wilayah di kerajaan Ternate.
Rakyat Maluku di
bawah pimpinan kerajaan Ternate berjuang penuh semangat mempertahankan
kemerdekaannya. Tetapi kali ini Ternate belum berhasil mengusir Portugis. Untuk
sementara Portugis dapat menguasai Maluku.
Pada tahun 1565
rakyat Ternate bangkit kembali melawan Portugis di bawah pimpinan Sultan
Hairun. Portugis hampir terdesak, tetapi kemudian melakukan tindakan licik.
Sultan Hairun diajak berunding. Untuk itu Sultan Hairun diundang agar datang ke
benteng Portugis. Dengan jiwa kesatria dan tanpa perasaan curiga Sultan
memenuhi undangan Portugis.
Setiba di
benteng Portugis Sultan Hairun dibunuh. Peristiwa itu membangkitkan kemarahan
rakyat Maluku. Perlawanan umum berkobar lagi di bawah pimpinan Sultan
Baabullah, pengganti Sultan Hairun. Pada tahun 1574 benteng Portugis dapat
direbut oleh Ternate. Dengan demikian rakyat Ternate berhasil mempertahankan
kemerdekaannya dari penjajahan Portugis.
Pasukan bantuan
dari Malaka di bawah pimpinan Antonio Galvao tidak hanya menyerbu Ternate,
tetapi juga Tidore. Armada Portugis mengepung pelabuhan Tidore. Rakyat Tidore
telah siap. Orang-orang Tidore mulai menembaki armada Portugis. Pertempuran pun
berkobar dengan sengitnya. Orang-orang Portugis berhasil mendarat dan merebut
kota Tidore.
Setelah kota
Tidore diduduki Portugis, orang-orang Tidore pun mengadakan penyerbuan dari
laut dengan perahu kora-kora. Usaha ini juga belum berhasil. Maka dilaksanakan
serangan serempak dari darat maupun laut. Tetapi ternyata bahwa armada Portugis
lebih unggul. Oleh karena itu perlawanan rakyat Tidore pun tidak berhasil.
3. Perlawanan Sultan Agung
Sultan Agung adalah raja yang paling
terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram
mencapai zaman keemasan. Cita-cita Sultan Agung antara lain:
mempersatukan
seluruh tanah Jawa, dan mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara. Terkait
dengan cita-citanya ini maka Sultan Agung sangat menentang keberadaan kekuatan
VOC di Jawa. Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia.
Ada beberapa alasan mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia,
yakni tindakan monopoli yang dilakukan VOC. VOC sering menghalang-halangi
kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka VOC menolak untuk
mengakui kedaulatan Mataram, dan keberadaan VOC di Batavia telah memberikan
ancaman serius bagi masa depan Pulau Jawa.
Pada tahun 1628 telah dipersiapkan
pasukan dengan segenap persenjataan dan perbekalan. Pada waktu itu yang menjadi
gubernur jenderal VOC adalah J.P. Coen. Sebagai pimpinan pasukan Mataram adalah
Tumenggung Baureksa. Tepat pada tanggal 22 Agustus 1628, pasukan Mataram di
bawah pimpinan Tumenggung Baureksa menyerang Batavia. Pasukan Mataram berusaha
membangun pos pertahanan, tetapi kompeni VOC berusaha menghalang-halangi,
sehingga pertempuran antara kedua pihak tidak dapat dihindarkan. Di
tengah-tengah berkecamuknya peperangan itu pasukan Mataram yang lain
berdatangan seperti pasukan di bawah Sura Agul-Agul yang dibantu oleh Kiai
Dipati Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar orang-orang Sunda di bawah
pimpinan Dipati Ukur. Terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Mataram
melawan tentara VOC di berbagai tempat. Tetapi kekuatan tentara VOC dengan
senjatanya jauh lebih unggul, sehingga dapat memukul mundur semua lini kekuatan
pasukan Mataram. Tumenggung Baureksa sendiri gugur dalam pertempuran itu. Dengan
demikian serangan tentara Sultan Agung pada tahun 1628 itu belum berhasil.
4. Perlawanan Banten
Perlawanan rakyat Banten terhadap
VOC dibangkitkan oleh Abdul Fatah (Sultan Ageng Tirtayasa) dan puteranya
bernama Pangeran Purbaya (Sultan Haji). Sultan Ageng Tirtayasa dengan tegas
menolak segala bentuk aturan monopoli VOC dan berusaha mengusir VOC dari
Batavia. Pada tahun 1659, perlawanan rakyat Banten mengalami kegagalan, yaitu
ditandai oleh keberhasilan Belanda dalam memaksa Sultan Ageng Tirtayasa untuk menandatangani
perjanjian monopoli perdagangan.
Pada tahun 1683, VOC menerapkan
politik adu domba (devide et impera) antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan
puteranya yang bernama Sultan Haji, sehingga terjadilah perselisihan antara
ayah dan anak, yang pada akhirnya dapat mempersempit wilayah serta memperlemah
posisi Kerajaan Banten. Sultan Haji yang dibantu oleh VOC dapat mengalahkan
Sultan Ageng Tirtayasa. Kemenangan Sultan Haji atas bantuan VOC tersebut
menghasilkan kompensasi dalam penandatanganan perjanjian dengan kompeni.
Perjanjian tersebut menandakan
perlawanan rakyat Banten terhadap VOC dapat dipadamkan, bahkan Banten dapat
dikuasai oleh VOC. Pertikaian keluarga di Kerajaan Banten menunjukkan bahwa
mudahnya rakyat Banten untuk diadu domba oleh VOC.
Pada tahun 1750, terjadi perlawanan
rakyat Banten terhadap Sultan Haji (yang menjadi raja setelah menggantikan
Sultan Ageng Tirtayasa), atas tindakan Sultan Haji (rajanya) yang
sewenang-wenang terhadap rakyatnya sendiri. Perlawanan rakyat Banten ini dapat dipadamkan
oleh Sultan Haji atas bantuan VOC. Sebagai imbalan jasa, VOC diberi hak untuk
memonopoli perdagangan di seluruh wilayah Banten dan Sumatera Selatan.
5. Perlawanan GOWA
Di Sulawesi Selatan, perlawanan
terhadap kolonialisme Belanda dilakukan oleh Kerajaan Gowa dan Tallo, yang
kemudian bergabung menjadi Kerajaan Makasar. Dilihat dari letak geografisnya,
letak wilayah Kerajaan Makasar sangat strategis dan memiliki kota pelabuhan
sebagai pusat perdagangan di Kawasan Indonesia Timur.
Kerajaan Makassar, dengan didukung
oleh pelaut-pelaut ulung, mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan
Sultan Hasanudin antara tahun 1654 – 1669. Pada pertengahan abad ke-17,
Kerajaan Makasar menjadi pesaing berat bagi kompeni VOC pelayaran dan perdagangan
di wilayah Indonesia Timur. Persaingan dagang tersebut terasa semakin berat
untuk VOC sehingga VOC berpura-pura ingin membangun hubungan baik dan saling
menguntungkan. Upaya VOC yang sepertinya terlihat baik ini disambut baik oleh
Raja Gowa dan kemudian VOC diizinkan berdagang secara bebas. Setelah
mendapatkan kesempatan berdagang dan mendapatkan pengaruh di Makasar, VOC mulai
menunjukkan perilaku dan niat utamanya, yaitu mulai mengajukan tuntutan kepada
Sultan Hasanuddin.
Tuntutan VOC terhadap Makasar
ditentang oleh Sultan Hasanudin dalam bentuk perlawanan dan penolakan semua
bentuk isi tuntutan yang diajukan oleh VOC. Oleh karena itu, kompeni selalu
berusaha mencari jalan untuk menghancurkan Makassar sehingga terjadilah
beberapa kali pertempuran antara rakyat Makassar melawan VOC.
Pertempuran pertama terjadi pada
tahun 1633 dan pertempuran kedua terjadi pada tahun 1654. Kedua pertempuran
tersebut diawali dengan perilaku VOC yang berusaha menghalang-halangi pedagang
yang masuk maupun keluar Pelabuhan Makasar. Dua kali upaya VOC tersebut
mengalami kegagalan karena pelaut Makasar memberikan perlawanan sengit terhadap
kompeni. Pertempuran ketiga terjadi tahun 1666 – 1667 dalam bentuk perang
besar. Ketika VOC menyerbu Makasar, pasukan kompeni dibantu oleh pasukan Raja
Bone (Aru Palaka) dan Pasukan Kapten Yonker dari Ambon. Pasukan angkatan laut
VOC, yang dipimpin oleh Speelman, menyerang pelabuhan Makasar dari laut,
sedangkan pasukan Aru Palaka mendarat di Bonthain dan berhasil mendorong suku
Bugis agar melakukan pemberontakan terhadap Sultan Hasanudin serta melakukan
penyerbuan ke Makasar.
Peperangan berlangsung seru dan
cukup lama, tetapi pada saat itu Kota Makassar masih dapat dipertahankan oleh
Sultan Hasanudin. Pada akhir kesempatan itu, Sultan Hasanudin terdesak dan
dipaksa untuk menandatangani perjanjian perdamaian di Desa Bongaya pada tahun
1667.
Perlawanan
rakyat Makasar akhirnya mengalami kegagalan. Salah satu faktor penyebab
kegagalan rakyat Makasar adalah keberhasilan politik adu domba Belanda terhadap
Sultan Hasanudin dengan Aru Palaka. Perlawanan rakyat Makasar selanjutnya
dilakukan dalam bentuk lain, seperti membantu Trunojoyo dan rakyat Banten
setiap melakukan perlawanan terhadap VOC.
6. Perlawanan Rakyat Riau
Ambisi untuk melakukan monopoli
perdagangan dan menguasai berbagai daerah di Nusantara terus dilakukan oleh
VOC. Di samping menguasai berbagai daerah di Nusantara terus dilakukan oleh
VOC. Dengan politik memecah belah VOC mulai berhasil menanamkan pengaruhnya di
Riau. Kerajaan-kerajaan kecil seperti Siak, Indragiri, Rokan, dan Kampar
semakin terdesak oleh pemaksaan monopoli dan tindakan sewenang-wenang dari VOC.
Oleh karena itu, beberapa kerajaan mulai melancarkan perlawanan.
Raja Siak sultan Abdul Jalil Rahmat
Syah (1723-1744) memimpin rakyatnya untuk melawan VOC. Setelah berhasil merebut
Jolor kemudian ia membuat benteng pertahanan di pulau Bintan. Dari pertahanan
di Pulau Bintan ini pasukan Sultan Abdul Jalil mengirim pasukan di bawah
Komando Raja Lela Muda untuk menyerang Malaka
Dalam suasana konfrontasi dengan VOC
itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syeh wafat. Sebagai gantinya diangkatlah
puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746-1760). Raja ini
juga memiliki naluri seperti ayahandanya yang ingin selalu memerangi VOC di
Malaka dan sebagai komandan perangnya adalah Raja Indra Pahlawan.
Dalam suasana konfrontasi dengan VOC
itu, Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah wafat. Sebagai gantinya diangkatlah
puteranya yang bernama Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746-1760). Raja ini
juga memiliki naluri seperti ayahandanya yang ingin selalu memerangi VOC di
Malaka dan sebagai komandan perangnya adalah Raja Indra Pahlawan. Tahun 1751
berkobar perang melawan VOC. Sebagai strategi menghadapi serangan Raja Siak,
VOC berusaha memutus jalur perdagangan menuju siak. VOC mendirikan benteng
pertahanan di sepanjang jalur yang menghubungkan Sungai Idragiri, Kampar,
sampai pulau Guntung yang berada di Muara Sungai Siak.
Sultan Siak bersama para panglima
dan penasihat mengatur siasat baru. Disepakati bahwa VOC harus dilawan dengan
tipu daya. Sultan diminta berpura-pura berdamai dengan cara memberikan hadiah
kepada Belanda. Oleh Karena itu, siasat ini dikenal dengan “siasat hadiah
sultan”. VOC setuju dengan ajakan damai ini. Perundingan damai diadakan di loji
di Pulau Guntung.
7. Pemberontakkan Orang – Orang Cina
Sejak abad ke-5 orang-orang Cina
sudah mengadakan hubungan dagang ke Jawa dan jumlahnya pun semakin banyak. Pada
masa perkembangan kerajaan-kerajaan Hindu-Budha dan Islam banyak pedagang Cina
yang tinggal di daerah pesisir, bahkan tidak sedikit yang menikah dengan
penduduk Jawa. Begitu juga pada masa pemerintahan VOC di Batavia, banyak orang
Cina yang datang ke Jawa. VOC memang sengaja mendatangkan orang-orang Cina dari
Tiongkok. Dalam rangka mendukung kemajuan perekonomian di Jawa. Orang-orang
Cina yang datang ke Jawa tidak semua yang memiliki modal. Banyak diantara
mereka termasuk golongan miskin. Mereka kemudian menjadi pengemis bahkan ada
yang menjadi pencuri.
Untuk membatasi kedatangan
orang-orang Cina ke Batavia, VOC mengeluarkan ketentuan bahwa setiap orang Cina
yang tinggal di Batavia harus memiliki surat izin bermukim yang
disebutpermissiebriefjes atau masyarakat sering menyebut dengan “surat pas”.
Apabila tidak memiliki surat izin, maka akan ditangkap dan dibuang ke Sailon
(sri lanka) untuk dipekerjakan di kebun-kebun pala milik VOC atau akan
dikembalikan ke Cina.
Pada suatu ketika tahun 1740 terjadi
kebakaran di Batavia. VOC menafsirkan peristiwa ini sebagai gerakan orang-orang
Cina yang akan melakukan pemberontakan. Oleh karena itu, para serdadu VOC mulai
bereaksi dengan melakukan sweeping memasuki rumah-rumah orang cina dan kemudian
melakukan pembunuhan terhadap orang-orang Cina yang ditemukan di setiap rumah.
Sementara yang berhasil meloloskan diri dan melakukan perlawanan di berbagai
daerah, misalnya di Jawa Tengah. Salah satu tokohnya yang terkenal adalah Oey
Panko atau kemudian dikenal dengan sebutan Khe Panjang, kemudian di Jawa
menjadi Ki sapanjang. Nama ini dikaitkan dengan perannya dalam memimpin
perlawanan di sepanjang pesisir Jawa.
Perlawanan dan kekacauan yang
dilakukan orang-orang Cina itu kemudian meluas di berbagai tempat terutama di
daerah pesisir Jawa. Perlawanan orang-orang Cina ini mendapatkan bantuan dan
dukungan dari para buapati di pesisir. Bahka yang menarik atas desakan para
pangeran, Raja Pakubuwana II juga ikut mendukung pemberontakan orang-orang Cina
tersebut. Pada tahun 1741 benteng VOC di Kartasura dapat diserang sehingga
pemberontakan orang-orang Cina satu demi satu dapat dipadamkan. Pada kondisi
yang demikian ini Pakubuwana II mulai bimbang dan akhirnya melakukan
perundingan damai dengan VOC.
8. Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said
Perlawanan terhadap VOC kembali
terjadi di Jawa, kali ini dipimpin oleh bangsawan kerajaan yakni pangeran
Mangkubumi dan Raden Mas Said. Perlawanan berlangsung sekitar 20 tahun. Raden
Mas Said adalah putera dari Raden Mas Riya yang bergelar Adipati Arya
Mangkunegara dengan Raden Ayu Wulan putri dari Adipati Blitar. Pada usia 14
tahun Raden Mas said sudah diangkat sebagai gandek kraton (pegawai rendahan di
Istana) dan diberi gelar R.M.Ng. Suryokusumo. Karena merasa sudah
berpengalaman, Raden Mas said kemudian mengajukan permohonan untuk mendapatkan
kenaikan pangkat. Akibat permohonan ini Mas Said justru mendapat cercaan dan
hinaan dari keluarga kepatihan, bahkan dikait-kaitkan dengan tuduhan ikut
membantu pemberontakan orang-orang Cina yang sedang berlangsung. Mas said pergi
menuju Nglaroh untuk memulai perlawanan. Oleh karena pengikutnya mas said
diangkat sebagai raja baru dengan gelar Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara
Senopati Sudibyaning Prang. Hingga kini sebutan Mas Said yang dikenal
masyarakat yakni Pangeran Sambernyawa. Pada tahun 1745 Pakubuwana II mengumumkan
barang siapa yang dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan diberi hadiah
sebidang tanah di Sukowati (di wilayah sragen sekarang). Mas Said tidak
menghiraukan apa yang dilakukan Pakubuwana II di istana, ia terus melancarkan
perlawanan kepada kerajaan maupun VOC.
Mendengar adanya sayembara berhadiah
itu, Pangeran Mangkubumi ingin mencoba sekaligus menkar seberapa jauh komitmen
dan kejujuran Pakubuwana II. Pangeran Mangkubumi adalah adik dari Pakubuwana
II. Pangeran Mangkubumi dan para pengikutnya berhasil memadamkan perlawanan Mas
Said. Ternyata Pakubuwana II ingkar janji. Pakubuwana II kehilangan nilai dan
komitmennya sebagai raja yang berpegang pada tradisi, sabda pandhita ratu datan
kena wola-wali(perkataan raja tidak boleh ingkar). Karena bujukan Patih
Pringgalaya, Pakubuwana II tidak meberikan tanah Sukowati kepada Pangeran
Mangkubumi. Terjadilah pertentangan antara Raja Pakubuwana II yang didukung
Patih Pringgalaya di satu pihak dengan Pangeran Mangkubumi di pihak lain. Dalam
suasana konflik ini tiba-tiba dalam pertemuan terbuka di istana itu Gubernur
Jenderal Van Imhoff mengeluarkan kata-kata yang menghina dan menuduh Pangeran
Mangkubumi terlalu ambisi mencari kekuasaan. Hal inilah yang sangat
mengecewakan Pangeran Mangkubumi, pejabat VOC secara lansung telah mencampuri
urusan pemerintahan kerajaan. Pangeran Mangkubumi segera meninggalkan istana.
Tidak ada pilihan lain kecuali angkat senjata untuk melawan VOC yang telah
semena-mena ikut campur tangan pemerintahan kerajaan. Hal ini sekaligus untuk
memperingatkan saudara tuanya Pakubuwana II agar tidak mau didikte oleh VOC.
B. Perang Melawan
Penjajahkolonial Belanda
1. Perang Tondano
“ Perang Tondano yang terjadi
pada 1808 – 1809 adalah perang yang meilbatkan orang Minahasa di Sulawesi Utara
dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad XIX. Perang pada permulaan
abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah kolonial
Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi
pemuda untuk dilatih menjadi tentara.”
( Taufik Abdullah dan A.B.Lapian,
2012:375 )
Perang Tondano I
Perang Tondano I terjadi pada masa
kekuasaan VOC. Pada saat datangnya bangsa barat orang-orang Spanyol sudah
sampai di Tondano (Minahasa, Sulawesi Utara). Orang Spanyol di samping
berdagang juga menyebarkan agama Kristen dengan tokohnya Franciscus Xaverius.
Hubungan mengalami perkembangan tatapi pada abad ke-17 hubungan dagang mereka
terganggu dengan munculnya VOC. Pada waktu itu VOC berhasil menanamkan
pengaruhnya di Ternate. Bahkan Guberbur Ternate Simon Cos mendapatkan
kepercayaan dari Batavia untuk membebaskan Minahasa dari pengaruh Spanyol.
Simon Cos kemudian menempatkan kapalnya di Selat Lembeh untuk mengawai pantai
timur Minahasa. Para pedagang Spanyol dan juga pedagang Makasar bebas berdagang
mulai tersingkir oleh VOC. Apalagi Spanyol harus meninggalkan Indonesia menuju
Filipina.
Perang Tondano II
Perang Tondano II terjadi ketika
memasuki abad ke-19, yakni pada abad ke-19, yakni pada masa kolonial Belanda.
Perang ini dilatarbelakangi oleh kebijakan
Gubernur Jenderal Daendels. Deandels yang mendapat mandat untuk
memerangi Inggris, memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah
pasukan maka direkrut pasukan dari kalangan pribumi . Mareka yang dipilih adalah
suku-suku yang memiliki keberanian adalah orang Madura, Dayak dan Minahasa.
Atas perintah Deandels melalui Kapten Hartingh, Residen Manado Prediger segera
mengumpulkan para ukung (pemimpin walak atau daerah setingkat distrik). dari
Minahasa ditarget untuk mengumpulkan pasukan sejumlah 2.000 orang yang akan di
kirim ke jawa. Ternyata orang-orang Minahasa tidak setuju dengan program
Deandels untuk merekrut pemuda-pemuda Minahasa sebagai pasukan kolonial.
Kemudian para ukung bertekad untuk mengadakan perlawanan terhadap kolonial
Belanda. Mereka memusatkan aktivitas perjuangannya di Tondano Minahasa.
2. Pattimura Angkat Sejata
Maluku dengan rempah-rempahnya memang
bagaikan” mutiara dari timur “, yang senantiasa di buru oleh orang-orang barat.
namun kekuasaan orang-orang barat telah merusak tata ekonomi dan pola
perdagangan bebas yang telah lama berkembang di nusantara. Pada masa
pemerintahan inggris di bawah raffles keadaan Maluku relatif lebih tenang
karena Inggris bersedia membayar hasil bumi rakyat maluku. Kegiatan kerja rodi
mulai di kurangi. Bahkan para pemuda maluku juga di beri kesempatan untuk
bekerja pada dinas angkatan perang Inggris. Tetapi pada masa pemerintahan
kolonial hindia belanda, keadaan kembali berubah. Kegiatan monopoli di Maluku
kembali di perketat. Dengan demikian beban rakyat semakin berat. Sebab selain
penyerahan wajib, masih juga harus di kenai kewajiban kerja paksa, penyerahan
ikan asin, dendeng, dan koki. Kalau ada penduduk yang melanggar kan ditindak
tegas. Di tambah lagi dengan desas desus bahwa para guru akan di berhentikan
untuk penghematan, para pemuda akan dikumpulkan akan di jadikan tentara di luar
maluku, di tambah dengan sikap arogan residen saparua.hal ini sangat
mengecewakan rakyat maluka.
Menanggapi kondisi yang demikian para
tokoh dan pemuda maluku melakukan serangkaian pertemuan rahasia.sebagai contoh
telah di adakan petemukan rahasia di pulau haruku, pulau yang di huni
orang-orang islam. Selanjutnya pada tanggal 14 mei 1817 di pulau saparua (
pulau yang di huni orang-orang kristen ) kembali di adakan pertemuan di sebuah
tempat yang sering di sebut hutan kayu putih. Dalam berbagai pertemuan itu di
simpulkan bahwa rakyat maluku tidak ingin terus menderita di bawah keserkahan
dan kekejaman belanda. Oleh karena itu, perlu mengadakan perlawanan untuk
menentang kebijakan belanda. Residen saparua harus di bunuh. Sebagai pemimpin
perlawanan di percayakan kepada pemuda yang bernama thomas matulessy. Yang
kemudian terkenal dengan gelarnya patimura. Thomas matulesy pernah bekerja pada
dinas angkatan perang inggris.
3. Perang Padri (1821-1837)
Perang Padri terjadi di tanah
Minangkabau, Sumatera Barat pada tahun 1821– 1837. Perang ini digerakkan oleh
para pembaru Islam yang sedang konflik dengan kaum Adat. Mengapa dan bagaimana
Perang Padri itu terjadi? Perang Padri sebenarnya merupakan perlawanan kaum
Padri terhadap dominasi pemerintahan Hindia Belanda di Sumatera Barat. Perang
ini bermula adanya pertentangan antara kaum Padri dengan kaum Adat. Adanya
pertentangan antara kaum Padri dengan kaum Adat telah menjadi pintu masuk bagi
campur tangan Belanda. Perlu dipahami sekalipun masyarakat Sumatera Barat sudah
memeluk agama Islam, tetapi sebagian masyarakat masih memegang teguh adat dan
kebiasaan yang kadang-kadang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
Sejak akhir abad ke-18 telah datang
seorang ulama dari kampung Kota Tua di daratan Agam. Karena berasal dari
kampung Kota Tua maka ulama itu terkenal dengan nama Tuanku Kota Tua. Tuanku
Kota Tua ini mulai mengajarkan pembaruan-pembaruan dan praktik agama Islam.
Dengan melihat realitas kebiasaan masyarakat, Tuanku Kota Tua menyatakan bahwa
masyarakat Minangkabau sudah begitu jauh menyimpang dari ajaran Islam. Ia
menunjukkan bagaimana seharusnya masyarakat itu hidup sesuai dengan Al Quran
dan Sunah Nabi. Di antara murid dari Tuanku Kota Tua ini adalah Tuanku Nan
Renceh. Kemudian pada tahun 1803 datanglah tiga orang ulama yang baru saja
pulang haji dari tanah suci Mekah, yakni: Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji
Piabang. Mereka melanjutkan gerakan pembaruan atau pemurnian pelaksanaan ajaran
Islam seperti yang pernah dilakukan oleh Tuanku Kota Tua. Orang-orang yang
melakukan gerakan pemurnian pelaksanaan ajaran Islam di Minangkabau itu sering
dikenal dengan kaum Padri. Mengenai sebutan padri ini sesuai dengan sebutan
orang Padir di Aceh. Padir itu tempat persinggahan para jamaah haji. Orang
Belanda menyebutnya dengan padri yang dapat dikaitkan dengan kata padre dari
bahasa Portugis untuk menunjuk orang-orang Islam yang berpakaian putih.
Sementara kaum Adat di Sumatera Barat memakai pakaian hitam.
Dalam melaksanakan pemurnian praktik
ajaran Islam, kaum Padri menentang praktik berbagai adat dan kebiasaan kaum
Adat yang memang dilarang dalam ajaran Islam seperti berjudi, menyabung ayam,
minum-minuman keras. Kaum Adat yang mendapat dukungan dari beberapa pejabat
penting kerajaan menolak gerakan kaum Padri. Terjadilah pertentangan antara
kedua belah pihak. Timbullah bentrokan antara keduanya. Tahun 1821 pemerintah
Hindia Belanda mengangkat James Du Puy sebagai residen di Minangkabau. Pada
tanggal 10 Februari 1821, Du Puy mengadakan perjanjian persahabatan dengan
tokoh Adat, Tuanku Suruaso dan 14 Penghulu Minangkabau. Berdasarkan perjanjian
ini maka beberapa daerah kemudian diduduki oleh Belanda. Pada tanggal 18
Februari 1821, Belanda yang telah diberi kemudahan oleh kaum Adat berhasil
menduduki Simawang. Di daerah ini telah ditempatkan dua meriam dan 100 orang
serdadu Belanda. Tindakan Belanda ini ditentang keras oleh kaum Padri, maka
tahun 1821 itu meletuslah Perang Padri.
4. Perang Diponegoro
Memasuki abad ke-19, keadaan di Jawa
khususnya di Surakarta dan Yogyakarta semakin memprihatinkan. Intervensi
pemerintah kolonial terhadap pemerintahan lokal tidak jarang mempertajam
konflik yang sudah ada dan atau dapat melahirkan konflik baru di lingkungan
kerajaan. Hal ini juga terjadi di Surakarta dan Yogyakarta. Campur tangan
kolonial itu juga membawa pergeseran adat dan budaya keraton yang sudah lama
ada di keraton bahkan melahirkan budaya Barat yang tidak sesuai dengan budaya
Nusantara, seperti minum-minuman keras. Dominasi pemerintahan kolonial juga
telah menempatkan rakyatsebagai objek pemerasan, sehingga semakin menderita.
Pada waktu itu pemerintah kerajaan mengizinkan perusahaan asing menyewa tanah
sawah untuk kepentingan perusahaan. Pada umumnya tanah itu disewa dengan
penduduknya sekaligus. Akibatnya, para petani tidak dapat mengembangkan hidup
dengan pertaniannya, tetapi justru menjadi tenag kerja paksa. Rakyat tetap
hidup menderita.Perubahan pada masa Van der Capellen juga menimbulkan
kekecewaan. Beban penderitaan rakyat itu semakin berat, karena diwajibkan
membayar berbagai macam pajak, seperti: (a) welah-welit (pajak tanah), (b)
pengawang-awang (pajak halaman kekurangan), (c) pecumpling (pajak jumlah
pintu), (d) pajigar (pajak ternak), (e) penyongket (pajak pindah nama), dan (f)
bekti (pajak menyewa tanah atau menerima jabatan). Di samping berbagai pajak
itu masih ada pajak yang ditarik di tempat pabean atau tol. Semua lalu lintas
pengangkut barang juga dikenai pajak. Bahkan seorang ibu yang menggendong anak
di jalan umum juga harus membayar pajak.
Sementara itu dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan terdapat jurang pemisah antara rakyat dengan punggawa kerajaan
dan perbedaan status sosial antara rakyat pribumi dengan kaum kolonial. Adanya
jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, antara rakyat dan kaum kolonial,
sering menimbulkan kelompok-kelompok yang tidak puas sehingga sering menimbulkan
kekacauan.
Dalam suasana penderitaan rakyat dan
kekacauan itu tampil seorang bangsawan, putera Sultan Hamengkubuwana III yang
bernama Rade Mas Ontowiryo atau lebih terkenal dengan nama Pangeran Diponegoro.
Pangeran Diponegoro merasa tidak puas dengan melihat penderitaan rakyat dan
kekejaman serta kelicikan Belanda. Pangeran Diponegoro merasa sedih dengan
menyaksikan masuknya budaya Barat yang tidak sesuai dengan budaya Timur. Oleh
karena itu, Pangeran Diponegoro berusaha menentang dominasi Belanda yang kejam
dan tidak mengenal perikemanusiaan. Tanggal 20 Juli 1825 meletuslah Perang
Diponegoro.
5. Perlawanan di Bali
Bali
adalah sebuah pulau kecil yang terkenal di Indonesia. Pada abad ke 19 bali
belum banyak menarik perhatian orang-orang. Baru tahun 1830 pemerintahan Hindia
Belanda aktif menanamkan pengaruhnya. Perkembangan dominasi belanda menyulut
api perlawanan rakyat bali “perang puputan”.
Mengapa terjadi perang puputan di
bali?
Abad ke 19 bali sudah berkembang
kerajaan-kerajaan berdaulat. Contohnya Kerajan Buleleng dll. Pada masa Gubernur
Jenderal Daendels ada kontak dengan kerajaan bali menyangkut hubungan dagang
dan sewa. Tapi Hindia Belanda ingin menanamkan pengaruh dan berkuasa di bali.
Pertama G.A Granpre moliere misi ekonomi, kedua huskus koopman misi politik.
Misi ekonomi jauh lebih berhasil dari pada misi politik namun terus di usahakan
dan di capai perjanjian antara raja bali dan belanda.perjanjian kontrak antara
raja-raja bali dengan belanda seputar hukum tawan karang agar di hapuskan.
Karena kelihaian belanda
raja-raja bali dapat menerima perjanjian untuk meratifikasi penghapusan hukum
tawan karang.tahun 1844 raja Buleleng dan Karang Asem belum melaksanakan
perjanjian tersebut dibuktikan dengan perampasan atas isi 2 kapal belanda yang
terdampar dipantai sangsit (Buleleng) dan Jembrana (buleleng ) . belnda memaksa
raja Buleleng untuk melaksanakan perjanjian tersebut,benda juga memaksa untuk
membayar ganti rugi antas kapal belanda. Pihak buleleng menolak dengan tegas
tuntutan tersebut yang menyebabkan perang terjadi. Pati Ktut Jelantik
mempersiapkan pos-pos dan prajurit . buleleng juga mendapat dukungan dari
kerajaan karang asem dan klungkung. Tanggal 27 juli 1846 1.700 pasukan barat
menyerbu kampung-kampung tepi pantai ada
juga pasukan laut dengan kapal selam. Karena persenjataan belanda lebih lengkap
dan modern pejuang buleleng demakin terdesak dan jebol . ibu kota singaraja
dikuasai belanda. Kemudian belanda mendesak untuk menandatangani perjanjian
tanggal 6 juli 1846 yang isinya 1.dalam waktu 3 bulan,raja buleleng harus
menghancurkan semua benteng buleleng yang pernah digunakan dan tidak boleh
membangun benteng baru, 2.raja buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya
perang yang telah dikeluarkan belanda,sejumlah 75.000 gulden,dan raja harus
menyerahkan I Gusti Ktut Jelantik kepada pemerintah belanda,3. Belanda
diizinkan menempatkan pasukannya di Buleleng.
6. Perang banjar.
Di
Kalimanatn Selatan berkembang kerajaan Banjar atau Banjarmasin. Pusat kekuasaan
ada di Martapura kegiatan perdaganggan berkembang pusat dengan hasil produk
yang diminati yaitu emas,intan,lada,rotan dan damar . melalui bujuk rayu dan
tekanan pada tahun 1817 terjadi perjanjiaan antara Sultan Banjar dan pemerintah
belanda. Yang berisi menyerahkan sebagian wilayah Banjar kepada Belanda.tanggal
4 mei 1826 menetapkan bahwa daerah kekuasaan banjar hanya tinggal daerah hulu
sungai, martapura, dan banjarmasin. Wilayah yang sempi membuat kesulitan dalam
kehidupan sosial dan ekonomi. Kebutuhan penguasa semakin meningkat dengan
demikian menyebabkan beban hidup semakin berat. Dalam suasana sosial ekonomi
yang memprihatinkan, terjadi konflik intern. Hal ini bermula dengan
meninggalnya putra mahkota abdul rakhman secara mendadak tahun 1852, sedangkan
sultan adam memilki 3 putera. Pangeran hidayatullah yang didukung pihak istana
dan mengantongi surat wasiat dari sultn adam, pangeran anom dijagokan
mangkubumi, pangeran tamjidillah didukung belanda. Perebutan kekuasaan terus
berlanjut dan terakhir pangeran antasari menjadi raja.
7. Aceh Berjihad.
Aceh
dikenal karena adanya tsunami tahun 2004 dan seburtan serambi mekkah. ibarat
serambi mekkah merupakan daerah dan kerajaan yang berdaulat. Tetapi kedaulatan
terganggu karena keserakaan dan dominasi belanda.dominasi dan kekejaman
tersebut melahirkan Perang Aceh,perang terjadi pada tahun 1873-1912
Aceh memiliki kedudukan yang
strategis juga menjadi pusat perdagangan. Daerahnnya luas dengan hasil penting
seperti ladang, hasil tambng, dan hasil hutan.karena itu dalam rangka
mewujudkan pax neerlandica belanda berambisi menguasai aceh.tetapi orang aceh
dan para sultan bersikeras mempertahankan aceh hal tersebut di dukung oleh
traktat london hal tersebut menjadi kendala belanda. Perkembangan politik yang
semakin memohok kesultanan aceh adalah ditandatanganinya traktat sumatera
antara belanda dengan inggris 2 november 1871. isi traktat tersebut antara lain
inggris memberi kebebasan kepada Belanda untuk memperluas daerah kekuasaannya
diseluruh sumatera. Tahun 1873 Aceh mengirim Habib Abdurahman pergi ke Turki
untuk meminta bantuan senjata.
Langkah-langkah tersebut
diketahui ole pihak belanda, kemudian Belanda mengancam dan mengultimatum agar
Kesultanan Aceh tunduk dibawah pemerintahan Hindia Belanda. Tanggal 26 maret
1873 Aceh dinilai membangkang. Kemudian pecahlah pertempuran aceh
melawanBelanda. Para pejuang aceh dibawah pemerintahan Sultan Mahmud Syah II
mengobarkan semangat jihad angkat senjata untuk melawan kezaliman Belanda.
Persiapan acehalam menmghadapi
pemerintahan Hindia Belanda seperti pendirian pos-pos pertahanan,dibangun kuta
semacam benteng untuk memperkuat pertahanan wilayah, penyiapan sejumlah pasukan
dan persenjataan.
8. Perang Batak
Di
Batak terdapat beberapa kelompok batak. Misalnya Batak Toba, Batak Karo, Batak
Simalungun, Batak Mandailing, Batak Pakpak. Basis masyarakat batak berada di
daerah kompleks perkampungan yang disebut huta. Gabungan dari huta disebut
horja. Kesatuan dari beberapa bius itu terbentuklah satu wilayah kerajaan.
Tahun 1870 yang menjadi raja patuan bosar ompu pulo yang bergelar Si
Singamangaraja XII. Masuknya dominasi belanda ketanah batak disertai dengan
penyebaran agama kristen. Namun hal tersebut ditolak oleh raja si
singamangaraja karena ditakutkan akan menghilngkan tatanan tradisional dan
bentuk kesatuan negeri yang telah ada secara turun temurun.
Dalam
menghadapi perang melawan Belanda rakyat batak sudah menyiapkan benteng
pertahanan seperti benteng alam yang terdapat di dataran tinggi toba dan
silindung. Dilur tembok ditanami bambu berduru dan disebelah luarnya lagi
dibuat selokan keliling yang cukup dalam. Pertempuran pertama terjadi di bahal
batu yang berhasil dimenangkan belanda. Perang belanda semakin menyebar luas ke
daerah-daerah lain. Dengan jumlah pasuka yang cukup besar belanda mulai mengepung bakkara, akhirnya
benteng dan istana Bakkara ditembaki hujatan-hujatan senjata yang besar. Si
singamangaraja berhasi meloloskan diri dan menyingkir. Namun berhasil diburu
belanda. Dengan kekuatannya belanda berhasil menguasai tempat-tempat itu semua.
Juli tahun 1889 Si Singamangaja
XII ke Bali angkat senjata. Tetapi tanggal 4 Desember 1899 huta puong jatuh ke
tangan belanda. Pasukan Belanda dibawah pimpinan van Daden mengadakan operasi
sapu bersih. Tahun 1907 belanda fokus menangkap si singamangaraja XII. Taggal
17 junio 1907 belanda berhasil menangkap Si Singamangaraja XII, dalam kleadan
terdesak dia dan putera puteranya melarikan diri. Namun dalam pertempuran
tersebut Si Singamangaraja berhasil tertembak mati, begitu juga puterinya dan
kedua puteranya Sutan Nagari dari Patuan. Dengan demikian berakhirlah
perlawanan Batak.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akibat adanya kesewenang – wenangan
Bangsa Barat khusnya Portugis dan VOC, timbullah perlawanan dari rakyat pribumi
untuk mengusir dan menghapus segala bentuk kejahatan, kesewenang – wenangan,
dan penjajahan yang tidak berperikemanusiaan tersebut.
B. Saran
Kita sebagai manusia generasi
selanjutnya yang telah bebas dari penjajahan
seharusnya selalu menjaganya. Lakukan apa yang terbaik untuk persatuan
dan kesatuan Indonesia. Karena dengan menjaga persatuan Indonesia, kita telah
menghormati perjuangan mereka.