Makalah Pembangunan pertanian
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pembangunan Pertanian adalah suatu proses yang ditujukan untuk selau menambah
produksi prtanian untuk menambah produksi pertanian untuk tiap-tiap konsumen,
yang sekaligus mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha tiap-tiap petani
dengan jalan menambah modal dan skill untuk memperbesar turut campur tangannya
manusia di dalam perkembangan tumbuh-tumbuhan dan hewan. Oleh A.
T. Mosher di dalam
bukunya Getting Agriculture Moving, bahwa pembangunan pertanian adalah
suatu bagian integral daripada pembangunan ekonomi dan masyarakat secara umum. Secara
luas pembangunan pertanian bukan hanya proses atau kegiatan menambah produksi
pertanian melainkan sebuah proses yang menghasilkan perubahan sosial baik
nilai, norma, perilaku, lembaga, sosial dan sebagainya demi mencapai
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat yang
lebih baik. Pertanian merupakan sektor utama penghasil bahan-bahan makanan dan
bahan-bahan industri yang dapat diolah menjadi bahan sandang, pangan, dan papan
yang dapat dikonsumsi maupun diperdagangkan, maka dari itu pembangunan
pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi.
Pertanian merupakan salah kekayaan
yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Pertanian Indonesia memeliki banyak
potensi, sejarah pertanian telah membawa
revolusi yang besar dalam kehidupan manusia. Kebudayaan masyarakat yang
tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan
agraris.
Sejarah pembangunan pertanian
berawal pada masa orde baru. Pada awal masa orde baru pemerintahan menerima
beban berat dari buruknya perekonomian orde lama. Tahun 1966-1968 merupakan
tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Pemerintah orde baru berusaha keras untuk
menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Dengan dikendalikannya inflasi,
stabilitas politik tercapai yang berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang
mulai terjamin dengan adanya IGGI.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
Realita Keadaan Pertanian di Indonesia?
2.
Apa
kebijakan pemerintah dalam membangun sector pertanian?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui Realita Keadaan pertanian Indonesia.
2.
Untuk
mengetahui kebijakan pemerintah dalam membangun perkembangan sector pertanian.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Realita Keadaan Pertanian di Indonesia
Sejarah pembangunan pertanian
berawal pada masa orde baru. Pada awal masa orde baru pemerintahan menerima
beban berat dari buruknya perekonomian orde lama. Tahun 1966-1968 merupakan
tahun untuk rehabilitasi ekonomi. Pemerintah orde baru berusaha keras untuk
menurunkan inflasi dan menstabilkan harga. Dengan dikendalikannya inflasi,
stabilitas politik tercapai yang berpengaruh terhadap bantuan luar negeri yang
mulai terjamin dengan adanya IGGI. Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat
memulai membentuk rancangan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima
Tahun (REPELITA). Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA.
1. REPELITA I (1969-1974)
Repelita I mulai dilaksanakan sejak tanggal 1
April 1969 hingga 31 Maret 1974. Repelita I ini merupakan landasan awal
pembangunan pertanian di orde baru. Tujuan yang ingin dicapai adalah
pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah cukup
pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian.
Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan lapangan kerja dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Titik berat Repelita I ini adalah pembangunan bidang
pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses
pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup
dari hasil pertanian. Pada repelita I ini muncul peristiwa Marali (Malapetaka
Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan
kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan
demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi
ekonomi di Indonesia sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di
Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. REPELITA II (1974-1979)
Repelita II mulai dilaksanakan sejak
tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Target pertumbuhan ekonomi adalah
sebesar 7,5% per tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang
merupakan dasar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan
dasar tumbuhnya industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Selain
itu sasaran Repelita II ini juga perluasan lapangan kerja. Repelita II berhasil
meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam
hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak
jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.
3. REPELITA III (1979-1984)
Repelita III mulai dilaksanakan
sejak tanggal 1 April 1979 – 31 Maret 1984. Repelita III lebih menekankan pada
Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah
pembangunan pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi
Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan.
4. REPELITA IV (1984-1989)
Repelita IV mulai dilaksanakan sejak
tanggal 1 April 1984 – 31 Maret 1989. Repelita IV Adalah peningkatan dari
Repelita III. Peningkatan usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat,
mendorong pembagian pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas
kesempatan kerja. Prioritasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada
pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri
sendiri. Hasil yang dicapai pada Repelita IV antara lain swasembada pangan.
Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton.
Hasilnya Indonesia berhasil swasembada beras. Kesuksesan ini mendapatkan
penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985.
hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada
Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
5. REPELITA V (1989-1994)
Repelita
V mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1989 – 31 Maret 1994. Pada Repelita
V ini, lebih menitik beratkan pada sektor pertanian dan industri untuk
memantapakan swasembada pangan dan meningkatkan produksi pertanian lainnya
serta menghasilkan barang ekspor. Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan
jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke
dua, yaitu dengan mengadakan Repelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki
proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri
demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
6. REPELITA VI (1989-1994)
Repelita
VI mulai dilaksanakan sejak tanggal 1 April 1994 – 31 Maret 1999. Pada Repelita
VI titik beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan
dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber
daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak
utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa politik
dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
Memasuki
era globalisasi yang dicirikan oleh persaingan perdagangan internasional yang
sangat ketat dan bebas, pembangunan pertanian semakin dideregulasi melalui
pengurangan subsidi, dukungan harga dan berbagai proteksi lainnya. Kemampuan
bersaing melalui proses produksi yang efisien merupakan pijakan utama bagi
kelangsungan hidup usahatani. Sehubungan dengan hal tersebut, maka partisipasi
dan kemampuan wirausaha petani merupakan faktor kunci keberhasilan pembangunan
pertanian.
Pemerintahan
pada Kabinet Indonesia Bersatu telah menetapkan program pembangunannya dengan
menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) sebagai
manifestasi dari strategi pembangunan yang lebih pro-growth, pro-employment dan pro-poor.
Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang melalui hal-hal
sebagai berikut:
- Peningkatan
pertumbuhan ekonomi di atas 6.5 persen per tahun melalui percepatan
investasi dan ekspor.
- Pembenahan
sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkatan kerja dan menciptakan
lapangan kerja baru.
- Revitalisasi
pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.
Revitalisasi pertanian diartikan sebagai
kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor pertanian secara
proporsional dan kontekstual, melalui 26 peningkatan kinerja sektor pertanian
dalam pembangunan nasional dengan tidak mengabaikan sektor lain. Revitalisasi
pertanian dimaksudkan untuk menggalang komitmen dan kerjasama seluruh stakeholder dan
mengubah paradigma pola piker masyarakat dalam melihat pertanian tidak hanya
sekedar penghasil komoditas untuk dikonsumsi. Pertanian harus dilihat sebagai
sektor yang multi-fungsi dan sumber kehidupan sebagian besar masyarakat
Indonesia.
B. Kebijakan Pemerintah Dalam Pertanian
Pemerintah Indonesia dinilai belum
serius menjalankan kebijakan agribisnis nasional. Pembiayaan terhadap sektor
ini dinilai masih terbatas yang membuat petani tetap kesulitan mendapatkan
pendanaan.
Terdapat beberapa kebijakan
pemerintah dalam usaha membangun sektor pertanian dan agribisnis :
1. Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Kredit
Usaha Rakyat (KUR) yang gencar dijalankan pemerintah, mayoritas dinikmati oleh
sektor perdagangan dan jasa. Tetapi kebijakan agribisnis belum dirasakan
langsung oleh petani. Salah satu poin yang disorotnya menyangkut pembiayaan.
KUR, dianggapnya, tak bisa dijadikan andalan lantaran 67 persennya digunakan
oleh sektor perdagangan dan jasa. Sementara, fakta di lapangan, produksi
agribisnis masih terkendala.
2. Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Indonesia
merupakan produsen produk pertanian kelas dunia. Contohnya, produksi beras
berada di nomor empat di pasar global. Hal ini tak terlepas dari besarnya
jumlah penduduk Indonesia sekitar 230 juta orang. Selain itu, UMKM sektor
agribisnis pun mampu menyerap tenaga kerja dengan jumlah besar yakni 38 juta
orang.
3. Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Lembaga
Keuangan Mikro (LKM) pedesaan dibentuk untuk membantu modal petani dalam
menggarap lahannya. petani melalui kelompoknya bisa membentuk lembaga keuangan
mikro untuk menyalurkan pinjaman lunak secara bergulir pada anggotanya. Di
Indonesia tercatat sekitar 10 ribu desa. Untuk itu, Deptan akan membantu atau
mengucurkan dana bantuan masing-masing sebesar Rp 100 juta per desa. Dana itu
nantinya dapat digunakan petani melalui pinjaman lunak tanpa agunan dan syarat
yang mudah untuk modal membeli bibit, pupuk dan lainnya. Selanjutnya pinjaman
itu dibayar bila sudah panen, lalu digulirkan pada anggota lainnya, dan petani
juga bisa mengembangkan lembaga keuangan mikro itu menjadi koperasi simpan
pinjam. Pemerintah akan fokus mengembangkan ekonomi kerakyatan di pedesaan,
terutama pada petani lewat bantuan pinjaman dana dari berbagai instansi
terkait. Khusus Deptan dana sebesar Rp 100 juta per desa itu diberi nama
program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP), dan instansi lain juga
memiliki tujuan yang sama namun programnya berbeda.
4. Program Pengembangan Usaha
Agribisnis Pedesaan (PUAP)
Departemen Pertanian membantu para
petani dengan cara mengucurkan dana bantuan masing-masing sebesar Rp 100 juta
per desa. Peningkatan usaha ekonomi kerakyatan itu bertujuan untuk membangun
ketahanan pangan di Indonesia. Ini bertujuan agar Indonesia tidak lagi
bergantung pada luar negeri, bila perlu sebagai negara pengekspor kebutuhan
pangan dunia.
5. Pembangunan STA (Sub Terminal
Agribisnis)
Dalam
pengembangan agribisnis hortikultura, permasalahan klasik yang masih saja
muncul adalah pemasaran. Masalah ini timbul karena banyaknya pihak yang
terlibat dalam rantai pemasaran serta struktur pasar yang tidak sempurna.
Pemerintah telah berupaya keras untuk menangani permasalahan tersebut, antara
lain dengan menumbuhkan lembaga-lembaga pemasaran seperti Subterminal
Agribisnis (STA). STA merupakan kelembagaan agribisnis modern karena dirancang
dengan kualifikasi harus dilengkapi dengan fasilitas dan sarana yang memadai.
Fungsi STA, selain sebagai lembaga pemasaran juga berperan sebagai lembaga yang
menyediakan sarana produksi pertanian seperti benih/bibit, pupuk, dan
obat-obatan (insektisida/pestisida).
6. Program revitalisasi Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan (RPPK).
Secara
nasional, fokus pengembangan produk dan bisnis PPK mencakup lingkup kategori
produk yang berfungsi dalam hal :
1)
Membangun ketahanan pangan, yang
terkait dengan aspek pasokan produk, aspek pendapatan dan keterjangkauan, dan
aspek kemandirian.
2)
Sumber perolehan devisa, terutama
yang terkait dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di pasar
internasional.
3)
Penciptaan lapangan usaha dan
pertumbuhan baru, terutama yang terkait dengan peluang pengembangan kegiatan
usaha baru dan pemanfaatan pasar domestik.
4)
Pengembangan produk-produk baru yang
terkait dengan berbagai isu global dan kecenderungan pasar global.
7. Penerapan GAP (Good Agricultural
Practices)
Maksud
dari GAP adalah untuk menjadi panduan umum dalam melaksanakan budidaya tanaman
buah, sayur, biofarmaka, dan tanaman hias secara benar dan tepat, sehingga
diperoleh produktivitas tinggi, mutu produk yang baik, keuntungan optimum,
ramah lingkungan dan memperhatikan aspek keamanan, keselamatan dan
kesejahteraan petani, serta usaha produksi yang berkelanjutan.
Tujuan
dari penerapan GAP diantaranya; (1) Meningkatkan produksi dan produktivitas,
(2) Meningkatkan mutu hasil termasuk keamanan konsumsi, (3) Meningkatkan
efisiensi produksi dan daya saing, (4) Memperbaiki efisiensi penggunaan
sumberdaya alam, (5) Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan
sistem produksi yang berkelanjutan, (6) Mendorong petani dan kelompok tani
untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap kesehatan dan
keamanan diri dan lingkungan, (7) Meningkatkan peluang penerimaan oleh pasar
internasional, dan (8) Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen. Sedangkan
sasaran yang akan dicapai adalah terwujudnya keamanan pangan, jaminan mutu,
usaha agribisnis hortikultura berkelanjutan dan peningkatan daya saing.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara luas pembangunan pertanian
bukan hanya proses atau kegiatan menambah produksi pertanian melainkan sebuah
proses yang menghasilkan perubahan sosial baik nilai, norma, perilaku, lembaga,
sosial dan sebagainya demi mencapai pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan petani dan masyarakat yang lebih baik. Pertanian merupakan sektor
utama penghasil bahan-bahan makanan dan bahan-bahan industri yang dapat diolah
menjadi bahan sandang, pangan, dan papan yang dapat dikonsumsi maupun
diperdagangkan, maka dari itu pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi.
B. Saran
1.
Didalam
pembangunan sektor pertanian peran pemerintah daerah perlu ditingkatkan
terutama didalam menganalisa dan meningkatkan komoditi sumber pangan unggulan
dari tiap daerah masing-masing, sehingga masing-masing daerah memiliki
ketersediaan pangan unggulan yang dapat saling memenuhi dengan daerah lainnya.
2.
Perlu
adanya undang-undang peningkatan produksi pertanian serta perlindungan petani
sebagai subjek utama produksi pangan di daerah/ pedesaan.
DAFTAR
PUSTAKA