Islamisasi Dan Silang Budaya Di Nusantara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada masa kedatangan dan penyebaran
Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam suku bangsa, organisasi
pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa Indonesia yang
bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut
antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan
budaya dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial,
ekonomi, dan budayanya agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang
mendiami daerah pesisir. Mereka yang berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota
pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial budaya yang lebih berkembang
akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana sejarah islamisasi dan silang budaya nusantara ?
2.
Bagaimana Islam Dan Jaringan Perdagangan Antar
Pulau?
3.
Bagaimana Islam Masuk Istana Raja?
C. Tujuan
Agar kita mengetahui
sejarah islamisasi dan silang
budaya nusantara
BAB II
PEMBAHASAN
A. Islamisasi Dan Silang Budaya Di Nusantara
1. Proses Islamisasi di Nusantara
Menurut Hasan Muarif Ambary ada tiga
tahap proses islamisasi di Nusantara. Pertama, fase kehadiran para pedagang
muslim (abad ke-1 sampai ke-4 H). Sejak permulaan abad Masehi kapal-kapal dagang
Arab sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara. Akan tetapi apakah ada data
tentang masuknya penduduk asli ke dalam Islam? Meskipun ada dugaan bahwa dalam
abad ke-1 sampai ke-4 H terdapat hubungan perkawinan antara pedagang muslim
dengan penduduk setempat, sehingga mereka memeluk agama Islam. Pada abad ke 1-4
H / 7-10 M Jawa tidak disebut-sebut sebagai tempat persinggahan pedagang.
Mengenai adanya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik dengan angka tahun
475 H/1082 M bentuk maesan dan jiratnya menunjukkan pola gaya hias makam dari
abad ke-16 M. Fatimi berpendapat bahwa nisan itu ditulis oleh orang Syiah dan
ia bukan seorang muslim Jawa, tetapi seorang pendatang yang sebelumnya bermukim
di timur jauh.
2. Persialangan Budaya di
Nusantara
Indonesia secara tepat digambarkan
Bung Karno sebagai “taman sari dunia”.
Sebagai “negara kepulauan” terbesar di dunia, yang membujur di titik
strategis persilangan antarbenua dan antarsamudera, dengan daya tarik kekayaan
sumberdaya yang berlimpah, Indonesia sejak lama menjadi titik-temu penjelajahan
bahari yang membawa berbagai arus peradaban.
B. Islam Dan Jaringan
Perdagangan Antar Pulau
Islam dan Jaringan
Perdagangan Antarpulau - Sudah ada perdagangan, sejak abad pertama Masehi di
kepulauan Indonesia berdasarkan data arkeologi berupa prasasti-prasati serta
data historis berupa berita-berita asing. Jalur – jalur pelayaran maupun
perdagangan Kerajaan Sriwijaya dengan beberapa negara di Asia Tenggara, cina,
dan India (Berdasarkan berita cina yang telah dikaji, diantaranya oleh
W.Wolters (1967).
Dari catatan-catatan di
sejarah Indonesia dan Malaya yang telah di himpun dari sumber Cina oleh W.P
Groeneveldt, telah menunjukkan adanya jaringan perdagangan antara kerajaan-kerajaan
di Kepulauan Indonesia dengan berbagai negeri terutama dengan Cina. Kontak
dagang itu sudah berlangsung sejak abad-abad pertama Masehi hingga abad ke-16.
Kemudian kapal-kapal dagang Arab juga mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara
sejak permulaan abad ke-7. Dan dari literatur Arab juga banyak sumber berita
tentang perjalanan mereka ke Asia Tenggara.
Adanya jalur pelayaran
tersebut menyebabkan muncul jaringan perdagangan dan pertumbuhan yang disertai
perkembangan kota- kota pusat kesultanan dengan kota- kota bandar pada abad
ke-13 hingga abad ke-18 misalnya, Samudera Pasai, Malaka, Banda Aceh,
Palembang, Demak, Siak Indrapura, Jambi, Minangkabau, Cirebon, Banten, Ternate,
Tidore, Goa-Tallo, Kutai, Banjar, dan kota- kota lainnya. Dari sumber literatur
Cina, Cheng Ho mencatat terdapat kerajaan bercorak Islam atau kesultanan,
antara lain, Malaka dan Samudera Pasai yang tumbuh dan berkembang sejak abad
ke- 13 sampai abad ke- 15, sedangkan Ma Huan juga memberitakan ada komunitas-
komunitas Muslim di pesisir utara Jawa Timur. Berita Tome Pires dalam Suma
Oriental (1512-1515) juga memberikan gambaran terkait keberadaan jalur
pelayaran jaringan perdagangan, baik regional ataupun internasional. Ia
menceritakan tentang lalu lintas maupun kehadiran para pedagang di Samudra
Pasai yang berasal dari Bengal, Turki, Persia, Gujarat, Arab, Kling, Malayu,
Jawa, dan Siam. Selain itu Tome Pires juga telah mencatat kehadiran para
pedagang di Malaka dari Kairo, Mekkah, Aden, Abysinia, Kilwa, Malindi, Persia,
Ormuz, Rum, Turki, Kristen Armenia, Gujarat, Chaul, Dabbol, Goa, Keling,
Dekkan, Malabar, Orissa, Ceylon, Bengal, Arakan, Pegu, Siam, Kedah, Malayu,
Pahang, Patani, Kamboja, Campa, Cossin Cina, Cina, Lequeos, Bruei, Lucus,
Tanjung Pura, Lawe, Bangka, Lingga, Maluku, Banda, Bima, Timor, Madura, Jawa,
Sunda, Palembang, Jambi, Tongkal, Indragiri, Kapatra, Minangkabau, Siak, Arqua,
Aru, Tamjano, Pase, Pedir, dan Maladiva.
Berdasarkan kehadiran
sejumlah pedagang dari berbagai negeri dan bangsa di Samudera Pasai, Malaka,
dan bandar-bandar di pesisir utara Jawa dapat disimpulakan adanya jalur- jalur
pelayaran dan jaringan perdagangan antara beberapa kesultanan di Kepulauan
Indonesia baik yang bersifat regional maupun internasional. Hubungan pelayaran
yang disertai perdagangan antara Nusantara dengan Arab meningkat menjadi
hubungan langsung dan dalam intensitas tinggi. Dengan demikian aktivitas
perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia menjadi semakin ramai. Peningkatan
pelayaran tersebut berkaitan erat dengan semakin maju perdagangan di masa jaya
pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258). Dengan ditetapkan Baghdad menjadi
pusat pemerintahan yang menggantikan Damaskus (Syam) aktivitas pelayaran dan
perdagangan di Teluk Persia menjadi lebih ramai. Pedagang Arab yang selama ini
hanya berlayar sampai India, dari abad ke-8 mulai masuk ke Kepulauan Indonesia
dalam rangka perjalanan menuju ke Cina. Meskipun hanya transit, tetapi hubungan
Arab dengan kerajaan- kerajaan di Kepulauan Indonesia menjadi langsung.
Hubungan itu menjadi semakin ramai manakala pedagang Arab di larang masuk ke
Cina dan koloni mereka dihancurkan oleh Huang Chou, menyusul suatu
pemberontakan yang terjadi pada 879 H. Orang–orang Islam pun melarikan diri
dari pelabuhan Kanton dan meminta perlindungan dari Raja Kedah dan Palembang.
Ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada 1511, dan usaha Portugis selanjutnya
untuk menguasai lalu lintas di selat tersebut telah mendorong para pedagang
untuk mengambil jalur alternatif yakni dengan melintasi Semenanjung atau pantai
barat Sumatra ke Selat Sunda.
C. Islam Masuk Istana
Raja
1. Kerajaan Islam di Sumatra
·
Kerajaan
Perlak
·
Kerajaan
Samudera Pasai
·
Kerajaan
Aceh
·
Kerajaan
Minangkabau
·
Kerajaan
Riau
·
Kesultanan
Palembang
·
Kerajaan
Kesultanan Jambi
2. Kerajaan Islam di jawa
·
Kesultanan
Demak (1500 - 1550)
Kesultanan Demak adalah kerajaan
Islam pertama dan terbesar di pesisir pantai utara Jawa. Kerajaan ini
sebelumnya merupakan sebuah kadipaten dari kerajaan Majapahit. Setelah datang
dan masuknya pengaruh Islam serta dimulainya masa keruntuhan Majapahit,
kadipaten ini kemudian bermetamorfosis sebagai basis penyebaran Islam di
Nusantara. Salah satu bukti peninggalan sejarah Islam di Indonesia dari
kerajaan ini adalah Masjid Agung Demak. Masjid ini merupakan warisan
peninggalan wali songo, para ulama penyebaran Islam di Jawa.
·
Kesultanan Mataram (1586 - 1755)
Kesultanan Mataram adalah kerajaan
Islam di Jawa yang berdiri pada akhir abad ke-15. Raja pertamanya adalah
Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan. Pada masa keemasannya, Kerajaan Mataram
pernah menyatukan tanah Jawa. Kerajaan yang berbasis pada pertanian ini juga
pernah memerangi VOC di Batavia. Beberapa peninggalan yang masih dapat kita
jumpai hingga kini antara lain adanya kampung Matraman di Jakarta, penggunaan
hanacaraka dalam bahasa Sunda, sistem persawahan di Pantai Utara Jawa, politik
feodal, dan beberapa batas wilayah administrasi yang hingga sekarang masih
berlaku.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses islamisasi tidak mempunyai
awal yang pasti, juga tidak berakhir. Islamisasi lebih merupakan proses
berkesinambungan yang selain mempengaruhi masa kini, juga masa yang akan
datang.Islam telah dipengaruhi oleh lingkungannya, tempat Islam ber-pijak dan
berkembang. Di samping itu, Islam juga menjadi tra-disi tersendiri yang
tertanam dalam konteks
Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan
budaya, yakni memperhalus dan memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian
antara adat dan syariah di berbagai daerah di Indonesia selalu terjadi,
meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan mengalami proses pertentangan
dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi di berbagai tempat di
Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat setempat,
sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur campuran
antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh
penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama
(Hindu-Budha) dan kepercayaan animisme.
DAFTAR PUSTAKA
C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modem (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press,1991), him.
Azyumardi Azra, Islam Nusantara: Jaringan Global dan
Lokal (Bandung: Mizan, 2002) hlm.20-21
P.A. Hosein Djadjadiningrat, “Islam di Indonesia”,
dalam Kennet Morgan, ed., Islam Djalan Mutlak, terj. Abu Salamah, ddk.
(Djakarta : PT. Pembangunan, 1963), hlm. 99-140
Buku Silang
Budaya Tiongkok Indonesia – Prof Kong Yuanzhi