Makalah Pemberontakan Pki


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal  17 Agustus 1945, muncul berbagai organisasi yang membina kader-kader mereka, termasuk golongan kiri dan golongan Sosialis. Selain tergabung dalam Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), Partai Sosialis Indonesia (PSI) juga terdapat kelompok-kelompok kiri lain, antara lain Kelompok Diskusi Patuk, yang diprakarsai oleh Dayno, yang tinggal di Patuk, Yogyakarta. Yang ikut dalam kelompok diskusi ini tidak hanya dari kalangan sipil seperti D.N. Aidit, Syam Kamaruzzaman, dll., melainkan juga dari kalangan militer dan bahkan beberapa komandan brigade, antara lain Kolonel Joko Suyono, Letkol Sudiarto (Komandan Brigade III, Divisi III), Letkol Soeharto (Komandan Brigade X, Divisi III. Kemudian juga menjadi Komandan Wehrkreis III, dan menjadi Presiden RI), Letkol Dahlan, Kapten Suparjo, Kapten Abdul Latief dan Kapten Untung Samsuri.
            Pada bulan Mei 1948 bersama Suripno, Wakil Indonesia di Praha, Musso, kembali dari Moskow, Rusia. Tanggal 11 Agustus, Musso tiba di Yogyakarta dan segera menempati kembali posisi di pimpinan Partai Komunis Indonesia. Banyak politisi sosialis dan komandan pasukan bergabung dengan Musso,  Mr. Amir Sjarifuddin Harahap, dr. Setiajid, kelompok diskusi Patuk, dll.

B.     Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas,dapat disimpulkan masalah sebagai berikut :
      1.            Apa yang melatarbelakangi terbentuknya PKI di Madiun?
      2.            Aksi apa saja yang dilakukan PKI Madiun tahun 1948?
      3.            Bagaimana upaya pemerintah untuk mengatasi pemberontakan PKI Madiun tahun 1948?

C.    Tujuan
      1.            Untuk mengetahui latarbelakang terbentuknya PKI di Madiun tahun 1948.
      2.            Untuk mengetahui aksi apa saja yang dilakukan PKI Madiun tahun 1948.
      3.            Untuk mengetahui upaya pemerintah untuk mengatasi pemberontakan PKI Madiun tahun 1948.













BAB II
PEMBAHASAN

A.    Latar Belakang Perkembangan Komunisme di Madiun
            Gerakan komunisme di Indonesia pertama kali dimulai dengan kedatangan Nevliet (1883-1942) seorang ilmuan dari belanda yang dating ke Indonesia pada tahun 1913. Setahun setelah kedatangannya ia mendirikan sebuah partai beraliran kiri yang dengan cepat berkembang menjadi partai komunis Indonesia. Partai ini ingin mendapat dukungan yang luas dari rakyat mengingat hampir seluruh anggotanya adalah orang belanda. Pada saat itu satu-satunya organisasi yang memiliki jumlah pengikut besar dikalangan rakyat Indonesia adalah Sarekat Islam (SI) sehingga partai ISDV masuk kedalamnya. Pengaruh kiri yang dibawa oleh ISDv kedalam SI semakin bertambah besar pengikutnya sehingga menyebabkan konflik internal yang parah yang menyebabkan SI pecah menjadi dua golongan, yaitu SI Merah (Komunis) dan SI Putih (Islam). Pada bulan mei 1920ISDV yang telah berhasil mendapat banyak dukungan dari anggota SI berganti nama menjadi Perserikatan Komunis Hindia dan pada tahun 1924 berganti nama lagi menjadi Partai Komunis Indonesia. Sejak saat itulah PKI lahir dan membayang-bayangi perjalanan bangsa dan Negara Indonesia selamasekitar 42 tahun (1924-1966).
            Selama beberapa kurun waktu tertentu PKI memperjuangkan ideology komunis dengan menggunakan jalan kekerasan dan menghalalkan segala cara selama hal itu dapat mengarahkan pada pencapaian tujuan mereka. Jalan kekerasan, konfrontatif dan tak kenal kompromi ini memang cirri khas gerakan komunis dimanapun. Sikap keras ini sering kali membawa dampak buruk yaitu jatuhnya korban jiwa yang banyak dari kelompok musuh komunis. Secara singkat tujuan utama PKI adalah mengkomuniskan Indonesia. Pada mulanya PKI mengikuti garis moskow (Uni Soviet) dan dalam perkembangannya berubah mengikuti garis Beijing (RRC). Garis ini menampakkan PKI bukan sesuatu yang orisinil berasal dari pemikiran dan pandangan politik masyarakat Indonesia. Oleh karena itu jalan kekerasan yang ditempuhnya juga tidak tepat untuk ukuran masyarakat Indonesia yang beradab, berbudaya, dan memiliki sopan santun yang tinggi.
            Dua tahun setelah Indonesia merdeka PKI menentang semua langkah diplomatic RI dengan Belanda sesuai dengan doktrin Zhdanov yang dianut Kominisme Internasional. Tidak hanya itu, PKI juga melakukan beberapa kali pemberontakan di berbagai daerah selama masa-masa sulit bagi republic Indonesia. Para pemimpin dan aktivitas PKI menghimpun massa dan berusaha merebut kekuasaan pemerintah RI secara kekerasan dan menggantikannya dengan pemerintahan komunis. Namun gerakan kekerasan ini kebanyakan gagal dan dapat dilumpuhkan oleh militer Indonesia dan masyarakat setempat.
            Keberhasilan PKI dalam mempertahankan eksistensinya juga disebabkan karena pada masa itu yang berlaku adalah system demokrasi liberal serta pengaruh presiden Soekarno yang terobsesi menyatukan tigsa system, Nasionalisme-Islam-Komunis (Nasakom). Dampak dari hal tersebut adalah bahwa PKI pada masa itu dapat kembali bangkit dari kejatuhannya dan belajar dari pengalaman dan menempuh jalan baru yang lebih lunak. di tengah-tengah kondisi kehidupan rakyat yang masih sederhana dan miskin, tidak mustahil pada saat pemilu partai ini dapt meraih posisi lebih tinggi dari portai-partai lain bahkan dapat berkuasa. Hal itu bisa terjadi karena sikap Presiden Soekarno yang sering memberi angin kepada PKI sebagai salah satu dari keyakinan nya mengenai NASAKOM yang ditulisnya ketika masih muda. Perkembangan situasi politik makin hari makin menguntungkan PKI. Hal itu antara lain dapat dilihat dari terjadinya pembubaran partai Masyumi dan PSI yang merupakan lawan politik PKI.



B.     Aksi-Aksi yang dilakukan PKI
            Pemberontakan PKI selanjutnya yang sulit dilupakan orang terjadi di Madiun pada September 1948 yang kemudian terkenal dengan istilah Madiun Affair. Pemberontakan dilakukan oleh Front Demokrasi Rakyat PKI (FDR/PKI) yang berhasil menguasai madiun dan mendirikan Republik Soviet Indonesia pada tanggal 18 September 1948. Wilayah pemberontakan tersebut meluas sampai Solo, Magetan, Purwodadi dan Cepu.Dalam gerakan tersebut  banyak sekali pejabat, perwira, prajurit, lurah, kiai, santri dan mayarakat yang menjadi korban keganasan PKI.
Selain itu Kelompok ini seringkali melakukan aksi-aksinya antara lain :
      1.            Melancarkan propaganda anti pemerintah.
      2.            Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten.
      3.            Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
                        3.
Kekejaman dan kengerian peristiwa tersebut dapat dicermati dari tulisan dibawah ini :
“Kejadian itu begitu terasa mengerikan.. beribu-ribu manusia dengan kelewang dan berbagai senjata memekik-mekik bagai serigala haus darah..mereka berduyun-duyun tidak ada habisnya sambil terus memekik dan memaki-maki..kemudian menerjang dengan beringas dan penuh kebencian”
Gambaran itulah yang rata-rata muncul dari kesaksian orang-orang yang mengalami detik-detik peristiwa 18 September 1948 tatkala Republik Sovyet Indonesia di proklamirkan di Madiun. Ketika itu beribu-ribu manusia dengan membawa senapan, kelewang, clurit, pentungan dan senjata lainnya bergerak dari berbagai arah ke segala arah menerjang segala yang mereka jumpai.
Pesantren-pesantren, dimana terdapat kyai dan santri militan yang menjadi musuh utama mereka, dengan mudah dapat mereka terjang. Tidak itu saja, mereka seperti kerumunan lebah menyerbu Polsek, meduduki Polres, Depo Militer, Kantor Distrik Militer, Kabupaten, Kejaksaan, Kecamatan, bahkan Kelurahanpun tidak lepas dari serbuan mereka. Dalam tempo singkat Madiun, Magetan, Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Ngawi, Purwantoro, Sukoharjo, Wonogiri, Blora, Pati, Cepu dan Kudus telah dikuasai oleh Laskar Merah.
Bupati, Patih, Wedana, Kepala Polisi, Komandan Depo, Jaksa, Kyai, Guru, Pimpinan Partai dan organisasi beserta para bawahannya beramai-ramai di giring ke suatu tempat..kemudian satu demi satu dijagal di lubang-lubang pembantaian yang telah disiapkan oleh para anggota FDR / PKI yang menjadi tulang punggung Republik Sovyet Indonesia.
Semua peristiwa tragis yang begitu mengerikan bagi masyarakat Magetan itu adalah puncak petualangan Muso dan Amir Syarifuddin dalam upaya mendirikan Republik Sovyet Indonesia. Peristiwa mengerikan itu sendiri lebih lazim disebut Madiun Affair atau pemberontakan PKI Madiun. Sekalipun peristiwa itu dikenal dengan sebutan Madiun Affair, diantara sekian daerah yang menjadi korban keganasan kaum merah tersebut, masyarakat di kawasan Kabupaten Magetanlah yang paling parah menerima akibatnya.
Korban keganasan kaum merah tersebut tidak pernah dapat diketahui secara pasti. Tetapi adanya sumur-sumur tua dan lubang-lubang pembantaian yang dipakai FDR / PKI untuk menghabisi lawan-lawan mereka yang tersebar di berbagai tempat di Kabupaten Magetan adalah saksi sejarah dari sebuah kebiadaban yang sulit dipercaya pada masa itu. Sulit dipercaya karena saat itu Republik justru baru saja berdiri, dan yang mereka bunuh adalah saudara serepublik. Saling bunuh yang selama ini dikenal adalah saling bunuh antar kaum republik dan penjajah Belanda.
Bersamaan dengan proklamasi Republik Sovyet Indonesia, lascar FDR / PKI mengincar tokoh-tokoh dari Pesantren Takeran atau yang lebih dikenal dengan Pesantren Sabilil Muttaqien yang dianggap sebagai musuh mereka. Sebab, Pesantren Takeran pimpinan Kyai Imam Mursjid Muttaqien yang masih berusia 28 tahun itu adalah pesantren paling berwibawa di kawasan Magetan. Dan disana selain memimpin pesantren, Kyai Imam Mursjid juga bertindak sebagai Imam Tareqat Syatariyah.
C.    Akhir Pemberontakan dan Upaya Mengatasi Pemberontakan PKI
            Aksi di Solo mencapai puncaknya pada 18 Sept 1948 berhasil menguasai Madiun. PKI mengumumkan berdirinya Soviet Republik Indonesia dan bertujuan meruntuhkan pemerintahan RI yang berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945 akan diganti dengan pemerintahan berdasar paham komunis. Kekejaman PKI ketika melakukan pemberontakan pada tanggal 18 September 1948 tersebut mengakibatkan kemarahan rakyat. Oleh karena itu pemerintah bersama rakyat segera mengambil tindakan tegas terhadap kaum pemberontak. Dalam mengatasi keadaan twrsebut , pemerintah mengangkat Kolonel Gatot Subroto sebagai gubernur militer Daerah Istimewa Surakarta dan sekitarnya. Kolonel Sungkono untuk daerah Jawa Timur. Panglima Jenderal Sudirman segera memerintahkan kepada Kolonel Gatot Soebroto di Jawa Tengah dan Kolonel Soengkono di Jawa Timur agar mengerahkan kekuatan kekuatan TNI dan polisi untuk menumpas kaum pemberontak. Karena Panglima Besar Jenderal Sudirman sedang sakit maka pimpinan operasi penumpasan diserahkan kepada Kolonel A. H. Nasution, Panglima Markas Besar Komando Jawa (MBKD). Walaupun dalam operasi penumpasan PKI Madiun ini menghadapi kesulitan karena sebagian besar pasukan TNI menjaga garis demarkasi menghadapi Belanda, dengan menggunakan dua brigade kesatuan cadangan umum Divisi III Siliwangi dan brigade Surachmad dari Jawa Timur serta kesatuan-kesatuan lainnya yang setia kepada negara Indonesia maka pemberontak dapat ditumpas. Pada 30 Sept 1948 kota Madiun dapat direbut kembali oleh TNI. Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Kekuatan pasukan pendukung Musso digempur dari dua arah: Dari barat oleh pasukan Divisi II di bawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Wilayah II (Semarang-Surakarta) tanggal 15 September 1948, serta pasukan dari Divisi Siliwangi, sedangkan dari timur diserang oleh pasukan dari Divisi 1, di bawah pimpinan Kolonel Sungkono, yang diangkat menjadi Gubernur Militer Jawa Timur, tanggal 19 September 1948, serta pasukan Mobiele Brigade Besar (MBB) Jawa Timur, di bawah pimpinan M. Yasin.Panglima Besar Sudirman menyampaikan kepada pemerintah, bahwa TNI dapat menumpas pasukan­pasukan pendukung Musso, dalam waktu 2 minggu. Memang benar, kekuatan inti pasukan­pasukan pendukung Musso dapat dihancurkan dalam waktu singkat.
Tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya. Pasukan Republik yang datang dari arah timur dan pasukan yang datang dari arah barat, bertemu di Hotel Merdeka di Madiun. Namun pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung mereka, lolos dan melarikan diri ke beberapa arah, sehingga tidak dapat segera ditangkap. Baru pads akhir bulan November 1948 seluruh pimpinan dan pasukan pendukung Musso, tewas atau dapat ditangkap. Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Mr. Amir Syarifuddin Harahap, mantan Perdana Menteri RI, dieksekusi pads 20 December 1948, atas perintah Kol. Gatot Subroto. Muso ditembak TNI dan Amir Syarifudin tertangkap di Ngrambe, Grobogan, Purwodadi, dihukum mati.








BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Gerakan komunisme di Indonesia pertama kali dimulai dengan kedatangan Nevliet (1883-1942) seorang ilmuan dari belanda yang dating ke Indonesia pada tahun 1913. Setahun setelah kedatangannya ia mendirikan sebuah partai beraliran kiri yang dengan cepat berkembang menjadi partai komunis Indonesia. Partai ini ingin mendapat dukungan yang luas dari rakyat mengingat hampir seluruh anggotanya adalah orang belanda. Pada saat itu satu-satunya organisasi yang memiliki jumlah pengikut besar dikalangan rakyat Indonesia adalah Sarekat Islam (SI) sehingga partai ISDV masuk kedalamnya
Kelompok ini seringkali melakukan aksi-aksinya antara lain :
      1.            Melancarkan propaganda anti pemerintah.
      2.            Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten.
      3.            Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
                        3.





DAFTAR PUSTAKA
Samsudin. 2004. Mengapa G30S/PKI Gagal?. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Anggota IKAPI DKI Jakarta.
Roosa J. 2088. Dalih Pembunuhan Massal(Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto). Jakarta: Institut Sejarah Sosial Indonesia dan Hasta Mitra.

Subscribe to receive free email updates: