Makalah Dampak buruk dusta


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Berbohong (berdusta) merupakan suatu kelakuan buruk yang merupakan dosa bosar yang merusak pribadi dan masyarakat. Karena dusta adalah cacat masyarakat di seluruh zaman, maka ia menyebabkan banyak kehinaan dan keburukan dalam masyarakat itu.
Dusta juga menimbulkan kebencian di antara orang-orang dan menyebabkan kehilangan kepercayaan di antara mereka dan menjadikan mereka saling menjauh tidak saling menjauh tidak saling menolong dan tidak terdapat kerukunan di antara mereka. Karena itu, benarlah Islam menganggap dusta sebagai dosa yang besar.
Dusta memiliki pengaruh yang besar dalam menghancurkan ikatan persatuan dan keharmonisan diantara manusia serta mengembangkan kemunafikan. Sebenarnya penyebab besar menyangkut kesesatan bersumber dari peryatan-peryataan batil dan kata-kata yang tidak bermakna. Bagi manusia yang memiliki niat-niat jahat. Dusta merupakan pintu yang terbuka untuk mencapai tujuan-tujuan pribadinya dengan menyembumyikan fakta-fakta dibalik suatu kebenaran. Dan kemudian menjebak orang-orang yang tidak berdosa atas dusta-dusta yang dilakukanya.   
Sebagaimana hadits Rasulullah:
وعن عبد الله بن عمروبن العا ص رصي الله عنهما ان النبي ص م قا ل: اربع من كن فيه كن منا فقا خا لصا, ومن كا نت فيه خصلة منهن كانت فيه خصلة من النفاق حتى يدعها: اذااؤ تمن خان, واذا حد ث كذ ب, واذا عاهد غد ر, واذ خاصم فجر.  متفق عليه.
Artinya:
“Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash ra. Bahwasanya nabi saw. Bersabda: “ada empat sifat dimana bila seseorang memiliki keempat sifat itu maka ia benar-benar munafik, dan barang siapa yang memiliki sebagian dari sifat-sifat nifak sehingga ia meninggalkannya, yaitu: apabila dipercaya ia berkhianat, apabila berkata ia berdusta, apabila berjanji ia tidak menepatinya, dan apabila ia keterlaluan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dusta?
2.    Sebutkan bentuk-bentuk dusta?
3.    Apa saja dampak buruk dusta?

C. Tujuan
1.    Mengetahui Apa yang dimaksud dusta
2.    Mengetahui bentuk-bentuk dusta
3.    Mengetahui dampak buruk dusta





















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Dusta (Bohong)
Bohong adalah memberitakan tidak sesuai dengan kebenaran, baik dengan ucapan lisan secara tegas maupun dengan isyarat seperti menggelengkan kepala atau mengangguk.
Ada beberapa kata dalam bahasa Indonesia yang memiliki kemiripan arti dengan bohong, misalnya tipu, dusta, gombal dan bual. Secara bergantian orang sering memakai kata-kata tersebut untuk hal yang sama. Misalnya ketika seorang pemuda berjanji akan datang membawakan bunga untuk gadis pujaannya namun tidak ditepati, maka cukup lazim jika si pemuda dikatakan ‘bohong’ atau ‘gombal’ atau ‘bual’. Kata ‘tipu’ dan ‘dusta’ sangat jarang digunakan.
Dalam kehidupan keseharian, kata tipu, biasa digunakan untuk seseorang yang mengatakan sesuatu tidak benar demi meraih keuntungan pribadi.[1] Misalnya mengatakan jam yang dimiliki asli sehingga dijual dengan harga mahal. Padahal sesungguhnya jam tersebut merupakan barang palsu. Pada kasus semacam ini, meskipun kata bohong bisa dipakai, tapi yang paling lazim digunakan adalah tipu (kata kerjanya adalah menipu). Artinya, jelas ada perbedaan diantara kata-kata tersebut meskipun semuanya mengandung makna adanya sesuatu yang tidak sesuai dengan realitas yang terjadi atau diharapkan.
Kata ‘bohong’ (kata kerjanya adalah berbohong) cenderung digunakan untuk kasus-kasus yang bernuansa netral dan biasa.[2] Sebaliknya kata ‘tipu’ biasa digunakan pada kasus-kasus yang cenderung menimbulkan kerugian pihak yang dibohongi atau yang ditipu. Nuansanya cenderung lebih suram atau berbau kriminalitas daripada kata ‘bohong’.
Sedangkan kata ‘dusta’ (kata kerjanya adalah berdusta) memiliki arti sedikit rumit. Kata ini sepertinya digunakan untuk bohong yang sangat berat jika ditimbang secara moral. Kata ‘dusta’ cenderung digunakan pada saat bohong dilakukan, sekaligus adanya pengingkaran terhadap sesuatu yang diyakini benar oleh umumnya masyarakat. Misalnya kalimat “ia mendustai agama”, dimaksudkan adanya pengingkaran kebenaran agama yang dianggap mutlak. Seseorang yang dikatakan berdusta seolah-olah telah melakukan tingkat penyimpangan lebih besar dari sekedar bohong biasa.
Bagaimana dengan kata bual? Terkesan kata ‘bual’, yang merupakan bohong juga, adalah versi lain kata ‘bohong’ untuk peristiwa yang sama sekali kurang penting atau tidak dianggap penting dan tidak pula dianggap serius.[4] Seseorang yang mengaku-ngaku pernah bertamasya ke Antartika, padahal ke kota saja belum pernah, jarang akan dikatakan bohong, lebih mungkin jika dikatakan ‘bual’ sebab kebohongan itu tidak mempengaruhi apa-apa dan malah terdengar bodoh.
Kata ‘gombal’ (kata kerjanya adalah menggombal) memiliki makna agak menyimpang dari kata-kata yang lain. Kata ini cenderung digunakan untuk mengatakan sesuatu melebihi dari porsi sewajarnya dan juga adanya pengingkaran janji.[5] Misalnya, Doni berjanji akan datang apel setiap malam Minggu, selalu membawakan cokelat terbaik, dan mengajak Ita, pacarnya, keliling kota. Kenyataannya tidak demikian. Doni selalu enggan apel apalagi keliling kota, dan boro-boro membawa cokelat. Dalam kasus cokelat ini, Doni dikatakan gombal.
Penggunaan kata-kata di atas, baik bohong, dusta, tipu, gombal maupun bual, sejatinya terserah selera pemakai. Namun demikian tampaknya ada kesepakatan khusus dimana kata tertentu lebih cocok diterapkan.

B.     Bentuk-bentuk Dusta
Ada beberapa bentuk dusta yang sangat dilarang atau berdosa jika dilakukannya, antara lain:
                  1.            Berlebih-lebihan dalam memberatakan sesuatu, dari yang sejengkal dijadikan sehasta, sehasta dijadikan sedepa. Kalau orang telah terbiasa dengan begitu, maka selamanya tidaklah enak baginya lagi jika tidak melebih-lebihkan.
                  2.            Mencampuradukkan yang benar dengan yang dusta. Baik dalam perkataan atau dalam perbuatan.
                  3.            Memotong-motong kebenaran.
                  4.            Menyatakan dengan mulut sesuatu yang berlainan dari yang terasa di hati, walaupun pada hakikatnya yang dinyatakan itu benar. Seperti orang-orang munafik yang dating pada Nabi Muhammad, mengakui dengan sungguh-sungguh bahwa mereka telah percaya, bahwa beliau adalah pesuruh Allah. Padahal hati kecilnya sendiri tidak mempercayai.
Pada saat diketahui bahwa peryataan itu dusta ialah pada bukti perbuatan, atau pada tingkah laku yang lahir. Karena hanya lidah yang berdusta, adapun perbuatan dan sikap muka itu selalu berlawanan dengan lidah. Lebih baik seseorang yang mengaku terus terang bahwa tidak percaya, karena memang dia belum percaya, tetapi hatinya ragu.
Berdusta sangat dilarang dalam Islam, hal tersebut adalah terlarang. Rosul telah melarang kita untuk berbohong, walaupun untuk sekedar bercanda.
Disebutkan di dalam sebuah riwayat bahwa seorang lelaki pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah menawarkan barang di pasar, dan dia bersumpah atas nama Allah Shubhanahu wa ta’alla bahwa dia memberikan harga khusus yang tidak diberikan kepada orang lain guna mendorongnya untuk membeli barangnya, lalu turunlah firman Allah Ta’ala:
{إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلاً أُوْلَـئِكَ لاَ خَلاَقَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ وَلاَ يُكَلِّمُهُمُ اللّهُ وَلاَ يَنظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ} (آل عمران: 77)
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat kebahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.” (QS. Ali Imron: 77).





C. Dampak Buruk Dusta
      1.            Menyebarkan keraguan kepada manusia. Keraguan artinya bimbang dan resah. Ini berarti seorang pendusta selamanya menjadi sumber keresahan dan keraguan, serta menjatuhkan ketenangan pada orang yang jujur. Berkata Rasulullah , ”Tinggalkanlah apa-apa yang membuatmu ragu dan ambil apa-apa yang tak meragukanmu, karena sesungguhnya kejujuran itu adalah ketenangan dan dusta itu adalah keresahan” (HR Tirmidzi, An Nasai, & lainnya).
      2.            Terjerumusnya seseorang ke dalam salah satu tanda munafik. Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash, bahwa Nabi bersabda : “Empat hal, yang jika itu terhimpun pada diri seseorang, maka dia adalah seorang munafik sejati. Dan jika melekat salah satunya, maka dalam dirinya terdapat satu sifat dari kemunafikan, hingga ia meninggalkannya. Yakni jika diberi kepercayaan dia berkhianat, jika berbicara ia berdusta, jika berjanji dia mengingkari, dan jika bertengkar dia berbuat aniaya” (HR. Bukhari (1/84).
      3.            Hilangnya kepercayaan. Sesungguhnya selama dusta menyebar dalam kehidupan masyarakat, maka hal itu akan menghilangkan kepercayaan di kalangan kaum muslimin, memutuskan jalinan kasih sayang di antara mereka, sehingga menyebabkan tercegahnya kebaikan dan menjadi penghalang sampainya kebaikan kepada orang yang berhak menerimanya.
      4.            Memutarbalikkan kebenaran. Di antara pengaruh buruk dusta adalah memutarbalikkan kebenaran dan membawa berita yang berlainan dengan fakta, lebih-lebih dilakukan dengan tanpa mencari kejelasan atau tabayyun yang disyariatkan. Hal ini dilakukan karena para pendusta suka merubah kebatilan menjadi kebenaran, dan kebenaran menjadi kebatilan dalam pandangan manusia. Sebagaimana para pendusta pun suka menghias-hiasi keburukan sehingga tampak baik dan menjelek-jelekkan yang baik sehingga berubah menjadi buruk. Dan itulah perniagaan para pendusta yang terurai rapi dan mahal harganya menurut pandangan mereka.
      5.            Pengaruh dusta terhadap anggota badan. Dusta menjalar dari hati ke lidah, maka rusaklah lidah itu, lalu menjalar ke anggota badan, maka rusaklah amal perbuatannya sebagaimana rusaknya lidah dalam berbicara. Maka, jika Allah Ta’ala tak memberikan kesembuhan dalam kejujuran kepada para pendusta itu. Sehingga semakin rusaklah mereka dan menjerumuskan mereka ke arah kehancuran. Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya kejujuran itu menuntun kepada kebajikan, sedangkan dusta menuntun kepada kedurhakaan.” (Muttafaq ‘alaih).






















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Bohong adalah memberitakan tidak sesuai dengan kebenaran, baik dengan ucapan lisan secara tegas maupun dengan isyarat. Dan berdusta merupakan bahaya lidah yang dilarangan keras oleh agama, karena merupakan suatu kelakuan buruk yang melakukan dan merupakan dosa besar yang merusak pribadi dan masyarakat.
Dusta dapat diketahui dari bukti perbuatan, atau pada tingkah laku yang lahir. Karena hanya lidah yang berdusta, adapun perbuatan dan sikap muka itu selalu berlawanan dengan lidah.
Akan tetapi ada dusta yang diperbolehkan asalkan maksud dari tujuan itu baik. Walaupun begitu tetap harus berhati-hati dalam setiap berkata dan bertindak. Karena dusta yang diperbolehkan itu disaat situasi yang sangat terpaksa.















DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Imam, Bahaya Lidah, Terj., Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
http://ewidoyoko.blogspot.com/2011/11/larangan-berbohong-walaupun-untuk.html di unduh pada tangal 09 April 2014 pukul 10.27 WIB.
Muhammad bin Abdullah bin Mu’aidzir, Anjuran Berkata Jujur dan Larangan Berbohong, Terj., IslamHouse.com, 2011.


Subscribe to receive free email updates: