Platyhelminthes
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Platyhelminthes
adalah cacing daun yang umumnya bertubuh pipih. Cacing ini merupakan yang
paling sederhana diantara semua hewan simetris bilateral. Platyhelminthes
memiliki tubuh padat, lunak, dan epidermis bersilia. Cacing pipih merupakan
hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Sebagian
besar cacing pipih, seperti cacing isap dan cacing pita adalah parasit. Namun,
banyak yang hidup bebas yang habitatnya di air tawar dan air laut, khususnya di
pantai berbatu dan terumbu.
Filum ini
terdiri atas 9000 spesies. Pemberian nama pada organisme ini adalah sangat
cepat. Sejumlah besar hewan ini berbentuk hampir menyerupai pita. Hewan ini
simetris bilateral dengan sisi kiri dan kanan, permukaan dorsal dan ventral dan
juga anterior dan posterior. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan
silia yang hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang
mungkin disertai dengan kait untuk menempel. Cacing pipih belum mempunyai
sistem peredaran darah dan sistem pernafasan. Sedangkan sistem pencernaannya
tidak sempurna, tanpa anus. Platyhelminthes terbagi dalam 3 kelas, yaitu Kelas
Turbellaria, Kelas Trematoda dan kelas Cestoda. Untuk lebih mengetahui lebih
jauh mengenai hewan-hewan dalam kelas ini, maka akan di bahas dalam bab II.
B. Tujuan Masalah
Adapun tujuan
dari makalah yang terkait dengan Platyhelminthes adalah:
1. Untuk
mengetahui karakteristiknya
2. Untuk
mengetahui struktur tubuh Platyhelminthes
3. Dapat
mengetahui klasifikasi dari Platyhelminthes
4. Dapat mengetahui
bagaimana siklus hidup dari Platyhelminthes
5. Dapat mengetahu
peranan Platyhelminthes dalam kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Platyhelminthes
berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan helminthes = cacing.
Jadi berarti cacing bertubuh pipih. Filum Platyhelminthes terdiri dari sekitar
13,000 species, terbagi menjadi tiga kelas; dua yang bersifat parasit dan satu
hidup bebas. Planaria dan kerabatnya dikelompokkan sebagai kelas Turbellaria.
Cacing hati adalah parasit eksternal atau internal dari Kelas Trematoda. Cacing
pita adalah parasit internal dari kelas Cestoda. Umumnya, golongan cacing pipih hidup di sungai, danau, laut, atau sebagai parasit di dalam tubuh organisme lain. Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air
tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembab, sedangkan Platyhelminthes yang
parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi,
atau manusia.
Cacing golongan
ini sangat sensitif terhadap cahaya. Beberapa contoh Platyhelminthes adalah Planaria yang sering ditemukan di balik batuan (panjang 2-3
cm), Bipalium yang hidup di balik lumut lembab (panjang mencapai 60
cm), Clonorchis sinensis, cacing hati, dan cacing pita.
B. Struktur Tubuh
Platyhelminthes
tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga disebut hewan aselomata.Tubuh
pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri bilateral, serta dapat
dibedakan antara ujung anterior dan posterior. Lapisan tubuh tersusun dari 3
lapis (triploblastik aselomata) yaitu ektoderm yang akan berkembang menjadi
kulit, mesoderm yang akan berkembang menjadi otot – otot dan beberapa organ
tubuh dan endoderm yang akan berkembang menjadi alat pencernaan makanan.
Sistem
respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuhnya. Sistem pencernaan terdiri
dari mulut, faring, dan usus (tanpa anus), usus bercabang-cabang ke seluruh
tubuhnya. Platyhelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah (sirkulasi) dan
alat ekskresinya berupa sel-sel api. Kelompok Platyhelminthes tertentu memiliki
sistem saraf tangga tali. Sistem saraf tangga tali terdiri dari sepasang simpul
saraf (ganglia) dengan sepasang tali saraf yang memanjang dan bercabang-cabang
melintang seperti tangga.Organ reproduksi jantan (testis) dan organ betina
(Ovarium). Cacing pipih dapat bereproduksi secara aseksual dengan membelah
diri dan secara seksual
dengan perkawinan silang, platyhelminthes terdapat dalam satu individu
sehingga disebut hewan hermafrodit.
C. Klasifikasi
Filum Platyhelminthes terbagi menjadi
tiga kelas, yaitu:
Ø Turbellaria
(berambut getar)
Contoh: Planaria sp
Ø Trematoda (cacing hisap)
Contoh: Fasciola hepatica (cacing hati)
Ø Cestoda (cacing pita)
Contoh: Taenia solium, Taenia saginata
1. Turbellaria
(cacing berambut getar)
Keberadaan:
4000+ spesies di seluruh dunia; hidup di batu dan permukaan sedimen di air, di
tanah basah, dan di bawah batang kayu. Hampir semua Turbellaria hidup bebas
(bukan parasit) dan sebagian besar adalah hewan laut.
Kebanyakan
turbellaria berwarna bening, hitam, atau abu-abu. Namun, beberapa spesies laut,
khususnya di turumbu karang, memiliki corak warna lebih cerah. Panjang mulai
kurang dari 1 mm hingga 50 cm. Spesies terbesar bertubuh seperti kertas.
Planaria sp
Cacing ini
dipakai sebagai contoh yang mewakili anggota kelas Turbellaria pada umumnya.
Anggota genus Dugesia, yang umumnya
dikenal sebagai Planaria, berlimpah dalam kolam dan aliran sungai yang tidak
terpolusi. Planaria mempunyai kebiasaan berlindung di tempat-tempat yang teduh,
misalnya di balik batu-batuan, di bawah daun yang jatuh ke dalam air. Bentuk
tubuh anggota ini adalah pipih dorsoventral, dengan bagian kepala yang
berbentuk seperti segitiga, sedangkan bagian ekornya berbentuk meruncing yang
panjang tubuh sekitar 5-25 mm. Planaria memangsa hewan yang lebih kecil atau
memakan hewan-hewan yang sudah mati. Planaria dan cacing pipih lainnya tidak
memiliki organ yang khusus untuk pertukaran gas dan sirkulasi. Bentuk tubuhnya
yang pipih itu menempatkan semua sel-sel berdekatan dengan air sekitarnya, dan
percabangan halus rongga gastrovaskuler mengedarkan makanan ke seluruh hewan
tersebut.
Sistem saluran
pencernaan makanan terdiri dari mulut, faring, oesofagus, dan usus. Mulut,
terletak di bagian ventral dari tubuh, yaitu kira-kira dekat dengan pertengahan
agak ke arah ekor. Lubang mulut ini dilanjutkan oleh kantung yang bentuknya
silindris memanjang yang disebut rongga mulut (Faring). Oesofagus merupakan
persambungan daripada faring yang langsung bermuara kedalam usus; ususnya
bercabang tiga, yaitu menuju ke arah anterior, sedang yang dua lagi sejajar
menuju ke arah posterior.
Seperti halnya
hewan tingkat rendah lainnya, Planaria juga belum mempunyai alat pernafasan
yang khusus. Pengambilan O2 maupun pengeluaran CO2 secara
osmosis langsung melalui seluruh permukaan tubuh.
Sistem ekskresi
terdiri dari 2 tabung ekskresi longitudinal yang mulai dari sel-sel nyala
(flame cells) yang di bagian anteriornya berhubungan silang. Seluruh sistem ini
terbuka ke luar melalui porus ekskretorius. Flame cells atau sel-sel api
berfungsi sebagai alat ekskresi yang membuang zat-zat sampah yang merupakan
sisa-sisa metabolisme dan juga sebagai alat osmoregulasi dalam arti ikut
membantu mengeluarkan ekses-ekses penumpukan air di dalam tubuh, sehingga nilai
osmosis tubuh tetap dapat dipertahankan seperti ukuran normal.
Sistem saraf
terdiri dari 2 batang saraf yang membujur memanjang, yang di bagian anteriornya
berhubungan silang, dan 2 ganglion anterior yang terletak dekat di bawah mata.
Ganglion berfungsi sebagai otak dalam arti bertindak sebagai pusat susunan
saraf serta mengkoordinir aktivitas-aktivitas anggota tubuh. Seonggok ganglion
tersebut letaknya di bagian kepala persis di bawah lapisan epidermis agak di
sebelah bintik mata. Ganglion ini karena terletak di bagian kepala dan
berfungsi sebagai otak maka biasa disebut ganglion kepala atau ganglion
cerebral. Dari ganglin cerebral ini keluarlah cabang-cabang urat saraf secara
radier menuju ke arah lateral, anterior, dan pasterior. Cabang anterior menuju
ke bagian bintik mata, cabang lateral menuju ke alat indera cemoreseptor,
sedangkan cabang posterior ada satu pasang kanan kiri yang saling bersejajar
yang membentang di bagian ventral tubuh yang disebut tali saraf.
Planaria sudah
mempunyai alat indera yang berupa bintik mata, dan indera aurikel, yang
kedua-duanya terletak di bagian kepala. Bintik mata merupakan titik hitam yang
terletak di bagian dorsal daripada bagian kepala. Masing-masing bintik mata
terdiri dari sel-sel pigmen yang tersusun dalam bentuk mangkok yang dilengkapi
dengan sel-sel saraf sensorik yang sangat sensitif terhadap sinar. Bintik mata
itu sekedar dapat membedakan gelap dan terang saja.
Planaria
bersifat hermafrodit, terdapat alat kelamin jantan dan betina. Alat kelamin
jantan terdiri dari:
1. Testis, yang berjumlah
ratusan, berbentuk bulat tersebar di sepanjang sisi tubuh keduanya.
2. Vasa eferensia, yang merupakan pembuluh yang menghubungkan testis dengan bagian pembuluh
lainnya.
3. Vasa deferensia, merupakan pembuluh berjumlah dua buah yang masing-masing membentang di
setiap sisi tubuh yang kedua-duanya saling bertemu dan bermuara ke dalam suatu
kantung yang disebut vesiculus seminalis.
4. Vesiculus seminalis, berfungsi untuk menampung sperma dan menyalurkan sperma menuju ke penis.
5. Penis, yang merupakan
alat pentransfer ke tubuh waktu mengadakan kopulasi pada perkawinan silang.
Sistem alat
kelamin betina terdiri dari atas bagian-bagian seperti berikut:
1. Ovari, berjumlah dua
buah, berbentuk bulat terletak di bagian anterior tubuh.
2. Oviduct, dari setiap
ovarium akan membentang ke arah posterior sebuah saluran yang disebut oviduct
(saluran telur). Antara saluran telur kanan dan kiri saling bersejajar yang
masing-masing dilengkapi dengan kelenjar yang menghasilkan kuning telur.
3. Kelenjar kuning telur, menghasilkan kuning telur yang akan disediakan bagi sel telur bila telah
diproduksi oleh ovarium.
4. Vagina, merupakan suatu
aliran yang berfungsi untuk menerima transfer spermatozoid dari cacing planaria
lain.
5. Uterus, merupakan
ruangan yang bentuknya menggelembung yang berfungsi untuk menyimpan
spermatozoid. Uterus juga biasa disebut receptaculus
seminalis.
6. Genital atrium (ruang genitalis) yaitu muara antara kedua buah saluran telur.
Planaria berkembang biak dengan
cara seksual maupun aseksual. Planaria akan menghindarkan diri bila terkena
sinar yang kuat, oleh karena itu pada siang hari cacing itu melindungkan diri
di bawah naungan batu-batu atau daun atau di bawah objek yang lain. Pada waktu
istirahat biasanya Planaria melekatkanatau menempelkan diri pada suatu objek
dengan bantuan zat lendir yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar lendir.
Planaria melakukan dua macam gerak, yaitu gerak merayap dan meluncur.
2. Trematoda
(cacing hisap)
Keberadaan:
12000 spesies di seluruh dunia; hidup di dalam atau pada tubuh hewan lain.
Semua cacing hisap adalah parasit, berbentuk silinder atau seperti daun.
Panjang berkisar 1 cm hingga 6 cm. Cacing ini memiliki penghisap untuk
menempelkan diri ke organ internal atau permukaan luar inangnya, dan semacam
kulit keras yang membantu melindungi parasit itu. Organ reproduksinya mengisi
hampir keseluruhan bagian interior cacing hisap.
Sebagai suatu
kelompok, cacing trematoda memparasiti banyak sekali jenis inang, dan sebagian
besar spesies memiliki siklus hidup yang kompleks dengan adanya pergiliran
tahap seksual dan aseksual. Banyak trematoda memerlukan suatu inang perantara
atau intermediet tempat larva akan berkembang sebelum menginfeksi inang
terakhirnya (umumnya vertebrata), tempat cacing dewasa hidup. Sebagai contoh,
trematoda yang memparasati manusia menghabiskan sebagian dari sejarah hidupnya
di dalam bekicot.
Trematoda
dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan pembuluh
darah vertebrata. Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi
permukaan tubuhnya dengan kutikula dan permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.
Trematoda tidak mempunyai rongga badan
dan semua organ berada di dalam jaringan parenkim. Tubuh biasanya pipih
dorsoventral, dan biasanya tidak bersegmen dan seperti daun. Mereka mempunyai
dua alat penghisap, satu mengelilingi mulut dan yang lain berada di dekat
pertengahan tubuh atau pada ujung posterior. Alat penghisap yang kedua disebut asetabulum karena bentuknya mirip dengan
mangkuk cuka.
Dinding luar atau tegumen trematoda
adalah kutikula yang kadang2 mengandung duri atau sisik.
Sistem pencernaan makanan sangat
sederhana. Terdapat mulut pada ujung anterior, yang dikelilingi oleh sebuah
alat penghisap. Makanan dari mulut melalui farings yang berotot ke esofagus dan
kemudian ke usus, yang terbagi menjadi dua sekum yang buntu. Sekum ini kadang2
bercabang, dan percabangan ini kadang-kadang sedikit rumit. Kebanyakan
trematoda tidak mempunyai anus, dengan demikian sisa bahan makanan harus
diregurgitasikan.
Sistem saraf adalah sederhana. Cincin
dari serabut saraf dan ganglia mengelilingi esofagus, dan dari sini saraf
berjalan ke depan dan belakang. Biasanya, sebatang saraf berjalan kebelakang
pada setiap sisi, dan saraf-saraf bertolak dari sini menuju ke berbagai organ.
Trematoda tidak mempunyai sistem
peredaran darah. Sistem ekskresi tersusun dari sebuah kandung kemih posterior.
Sebuah sistem percabangan dari tabung pengumpul yang masuk ke dalam kandung
kemih, dan sebuah sistem sel-sel ekskresi yang terbuka ke dalam saluran
pengumpul tersebut. Tidak terdapat organ ekskresi yang terlepas, sel-sel
ekskresi ditempatkan secara strategis di seluruh tubuh. Sel ekskresi terdiri
dari sebuah sitoplasma basal yang berisi inti dan sebuah vakuola berisi
seberkas silia ynag terbuka secara tetap ke dalam saluran pengumpul.
Sistem reproduksinya kompleks. Sebagian
besar dari trematoda adalah hermafrodit, mempunyai organ jantan dan betina.
Tetapi pembuahan silang merupakan hal yang biasa, dan pembuahan sendiri tidak
umum. Pembuahan biasanya uterus, sperma melewati sirus dari satu cacing ke
uterus cacing lain.
Siklus Hidup
Trematoda
a. Clonorchis sp (cacing hati pada manusia)
Zygot Larva
Myrasidium Sporosit Redia Sercaria
Metacercaria Cacing dewasa.
Keterangan:
1. Telur dilepaskan bersamaan dengan kotoran dari
penderita
2. Telur akan berkembang menjadi larva mirasidium dan
masuk ke inang perantara 1, biasanya adalah siput
3. Di tubuh siput, larva myrasidium akan
bermetamorfosis menjadi sporosit
4. Sporosit ini mengandung banyak kantung embrio, yang
akan tumbuh menjadi Redia
5. Redia akan tumbuh dan mengandung embrio yang akan
berkembang menjadi Sercaria
6. Sercaria yang dihasilkan akan berpindah menempel pada
tumbuhan air membentuk kista metasercaria
7. Tumbuhan yang mengandung kista di makan oleh domba,
maka kista akan berkembang menjadi cacing hati dewasa.
b. Fasciola hepatica (cacing hati pada domba)
Zygot Larva Myrasidium Sporosit Redia Sercaria
Metacercaria Cacing dewasa.
Keterangan:
1. Telur dilepaskan bersamaan dengan
kotoran dari penderita
2. Telur akan berkembang menjadi larva
mirasidium dan masuk ke inang perantara 1, biasanya adalah siput
3. Di tubuh siput, larva myrasidium
akan bermetamorfosis menjadi sporosit
4. Sporosit ini mengandung banyak
kantung embrio, yang akan tumbuh menjadi Redia
5. Redia akan tumbuh dan mengandung
embrio yang akan berkembang menjadi Sercaria
6. Sercaria yang dihasilkan akan
berpindah menempel pada tumbuhan air membentuk kista metasercaria.
7. Tumbuhan yang mengandung kista di
makan oleh domba, maka kista akan berkembang menjadi cacing hati dewasa
3. Cestoda (cacing
pita)
Keberadaannya:
3500 spesies di seluruh dunia; hidup sebagai parasit dalam tubuh hewan. Contoh
cacing pita adalah Taenia solium dan Taenia saginata yang parasit pada orang. Taenia terdiri dari sebuah kepala bulat
yang disebut scolex, sejumlah ruas,
yang sama disebut disebut proglotid. Pada
kepala terdapat alat hisap dan jenis Taenia
solium mempunyai kait (rostellum) yang sangat tajam yang mengunci cacing
itu ke lapisan intestinal inang. Di belakang scolex terdapat leher kecil yang
selalu tumbuh yang akan menghasilkan proglotid baru yang mula-mula kecil tumbuh
menjadi besar. Panjang tubuh cacing pita mencapai 2 m. Setiap proglotid
mengandung organ kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina
(ovarium).Tiap proglotid dapat terjadi fertilisasi sendiri. Proglotid yang
dibuahi terdapat di bagian posterior tubuh cacing. Proglotid dapat melepaskan
diri (strobilasi) dan keluar dari tubuh inang utama bersama dengan tinja dengan
membawa ribuan telur. Jika termakan hewan lain, telur akan berkembang dan
memulai siklus hidup barunya. Cacing pita tidak memiliki saluran pencernaan.
Cacing pita menyerap makanan yang telah dicerna terlebih dahulu oleh inang.
Cestoda
bersifat parasit karena menyerap sari makan dari usus halus inangnya. Sari
makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya karena cacing ini
tidak memiliki mulut dan pencernaan (usus). Manusia dapat terinfeksi Cestoda
saat memakan daging hewan yang dimasak tidak sempurna. Inang perantara Cestoda
adalah sapi pada Taenia saginata dan babi pada taenia solium.
Cacing pita
tidak mempunyai saluran pencernaan dan sitem peredaran darah. Makanan langsung
melalui dinding tubuh. Sistem ekskresi yaitu berupa sel api.
Sistem saraf tersusun dari beberapa ganglion
pada skoleks, dengan komisura melintang diantaranya. Dan tiga batang saraf
longitudinal setiap sisil tubuh (sebuah batang besar disebelah lateral dan yang
kecil disebelah ventral), satu ganglion kecil disetiap segmen pada
masing-masing dari enam batang tersebut, dan komisura pada setiap segmen
menghubungkan ganglion-ganglion ini.
Cestoda adalah
hermafrodit, yang mempunyai organ jantan dan betina. Organ jantan terdiri dari
testis (menghasilkan spermatozoa), vas deferen, seminal vesicle, penis, dan
lubang kelamin. Sedangkan organ bertina terdiri dari ovarium, oviduk, seminal
uterus, vagina, dan lubang kelamin.
Siklus Hidup Taenia sp
Larva,
yang dilengkapi dengan scolex akan berkembang menjadi kista pada jaringan tubuh
inang, misal pada otot. Manusia yang memakan daging
yang terinfeksi, akan menyebabkan kista berkembang menjadi cacing pita dewasa Cacing pita dewasa terdiri dari scolex
dan proglotid.Proglotid pada bagian ujung mengandung telur yang telah dibuahi
yang siap dikeluarkan bersama feses untuk menginfeksi kembali Di dalam telur
yang telah dibuahi, embrio berkembang menjadi larva. Sapi mungkin akan memakan
telur bersama rumput dan akan menjadi inang sementara bagi cacing pita.
D. Peranan Platyhelminthes Dalam Kehidupan
Adapun peranan
Platyhelminthes dalam kehidupan adalah sebagai berikut:
1. Planaria menjadi salah satu makanan bagi
organisme lain.
2. Cacing
hati maupun cacing pita merupakan parasit pada manusia
a. Schistosoma sp, dapat menyebabkan skistosomiasis, penyakit
parasit yang ditularkan melalui siput air tawar pada manusia. Apabila cacing
tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi kerusakan jaringan dan
organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan ginjal manusia.Kerusakan
tersebut disebabkan perkembangbiakan cacing Schistosoma di dalam
tubuh.
b. Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan hewan mamalia
lainnya, spesies ini dapat menghisap darah manusia.
c. Paragonimus sp, parasit pada
paru-paru manusia.
dapat menyebabkan gejala gangguan pernafasan yaitu sesak bila bernafas, batuk
kronis, dahak/sputum becampur darah yang berwarna coklat (ada telur cacing).
d. Fasciolisis sp, parasit di
dalam saluran pencernaan. Terjadinya radang di daerah gigitan,
menyebabkan hipersekresi dari lapisan mukosa usus sehingga menyebabkan hambatan
makanan yang lewat. Sebagai akibatnya adalah ulserasi, haemoragik dan absces
pada dinding usus. Terjadi gejala diaree kronis.
e. Taeniasis,
penyakit yang disebabkan oleh Taenia sp.
Cacing ini menghisap sari-sari makanan di usus manusia.
f. Fascioliasis, disebabkan oleh Fasciola hepatica. Merupakan penyakit
parasit yang menyerang semua jenis ternak. Hewan terserang ditandai dengan
nafsu makan turun, kurus, selaput lendir mata pucat dan diare.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Platyhelminthes berasal dari Bahasa Yunani, dari kata Platy = pipih dan
helminthes = cacing. Jadi berarti cacing bertubuh pipih.
2. Platyhelminthes
terbagi menjadi 3 kelas, yaitu: Turbellaria, Trematoda (cacing hisap), dan
Cestoda (cacing pita).
3. Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan
tempat-tempat yang lembab, sedangkan Platyhelminthes yang parasit hidup di
dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
4. Platyhelminthes tidak memiliki rongga tubuh (selom) sehingga disebut hewan
aselomata.Tubuh pipih dorsoventral, tidak berbuku-buku, simetri bilateral,
serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan posterior.
5. Sistem respirasi Platyhelminthes melalui permukaan tubuh, alat pencernaan
tidak lengkap, alat ekskresi berupa sel api, sistem saraf dengan ganglion
anterior sebagai pusat sistem saraf, reproduksi umumnya secara generatif.
6. Siklus hidup dari Platyhelminthes parasit yang ada hubungan dengan manusia
diantaranya: dari kelas Trematoda, Clonorchis
sp dan Fasciola hepatica. Dan
dari kelas Cestoda, Taenia saginata dan
Taenia solium.
7. Peranan platyhelminthes dalam kehidupan adalah: Planaria
menjadi salah satu makanan bagi organisme lain, cacing hati maupun cacing pita
merupakan parasit pada manusia.
B. Saran
Tiada kesempurnaan di dunia ini, kami
sangat mengharapkan kritik maupun saran dari makalah ini tujuannya hanyalah
demi kesempurnaan. Dan semoga makalah yang telah kami susun bermanfaat bagi
kita semua, Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Reece, Mitcheli, Biologi Edisi Kelima Jilid 2, Jakarta:
Erlangga, 2003.
Djarubito, Brotowidjoyo. M. Zoologi Dasar, Jakarta: Erlangga, 1994.
Ensiklopedia Hewan
(Invertebrata), Jakarta: Lentera Abadi, 2008.
George H. Fried & George J. Hademenos, Biologi Edisi Kedua, Jakarta: Erlangga,
2006.
Jasir, Maskoeri, Sistematik Hewan, Surabaya: Sinar Wijaya, 1984.
John, W. Kimball, Biologi Edisi Kelima Jilid 3, Jakarta: Erlangga, 1999.
Levine, Norman. D,
Parasitologi Veteriner, Yogyakarta: gajah mada university press, 1994.