Al Hadits
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadits Nabi telah ada sejak awal perkembangan Islam adalah sebuah kenyataan yang tak dapat diragukan lagi.Hadits Nabi merupakan sumber ajaran Islam, di samping al-Qur’an.“Hadits atau disebut juga dengan Sunnah, adalah segala sesuatu yang bersumber atau didasarkan kepada Nabi SAW., baik berupa perketaan, perbuatan, atau taqrir-nya.Hadits sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Qur’an, sejarah perjalanan hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri.Akan tetepi, dalam beberapa hal terdapat ciri-ciri tertentu yang spesifik, sehingga dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus”.
Pada zaman Nabi, hadits diterima dengan mengandalkan hafalan para sahabat Nabi, dan hanya sebagian hadits yang ditulis oleh para sahabat Nabi.Hal ini disebabkan, “Nabi pernah melarang para sahabat untuk menulis hadits beliau.tetapi Nabi juga pernah menyuruh para sahabat untuk menulis hadits beliau.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian hadits?
2.
Bagaimana Bentuk-bentuk hadits ?
3.
Bagaimana Kedudukan hadits terhadap al-qur’an ?
4.
Apakah Fungsi hadits terhadap al-qur’an ?
5.
Bagaimana perbandingan hadits dengan al-qur’an ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits
Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid
(sesuatu yang baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits
juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kata jamaknya, ialah al-hadist.
Secara terminologi, ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian hadits. Di kalangan ulama hadits sendiri ada juga beberapa definisi yang antara satu sama lain agak berbeda. Ada yang mendefinisikan hadits, adalah : "Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya". Ulama hadits menerangkan bahwa yang termasuk "hal ihwal", ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya. Ulama ahli hadits yang lain merumuskan pengertian hadits dengan :
Secara terminologi, ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat dalam memberikan pengertian hadits. Di kalangan ulama hadits sendiri ada juga beberapa definisi yang antara satu sama lain agak berbeda. Ada yang mendefinisikan hadits, adalah : "Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan, dan hal ihwalnya". Ulama hadits menerangkan bahwa yang termasuk "hal ihwal", ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya. Ulama ahli hadits yang lain merumuskan pengertian hadits dengan :
"Segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun
sifatnya".Ulama hadits yang lain juga mendefiniskan hadits sebagai berikut
:"Sesuatu yang didasarkan kepada Nabi SAW. baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, maupun sifatnya".Dari ketiga pengertian tersebut, ada
kesamaan dan perbedaan para ahli hadits dalam mendefinisikan
hadits.Kasamaan dalam mendefinisikan hadits ialah hadits dengan segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik perkataan maupun perbuatan.Sedangkan
perbedaan mereka terletak pada penyebutan terakhir dari perumusan definisi
hadits.Ada ahli hadits yang menyebut hal ihwal atau sifat Nabi sebagai komponen
hadits, ada yang tidak menyebut.Kemudian ada ahli hadits yang menyebut taqrir
Nabi secara eksplisit sebagai komponen dari bentuk-bentuk hadits, tetapi ada
juga yang memasukkannya secara implisit ke dalam aqwal atau afal-nya.
Sedangkan ulama
Ushul, mendefinisikan hadits sebagai berikut :
"Segala
perkataan Nabi SAW. yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syara’
".
Berdasarkan rumusan
definisi hadits baik dari ahli hadits maupun ahli ushul, terdapat persamaan
yaitu ; "memberikan definisi yang terbatas pada sesuatu yang disandarkan
kepada Rasul SAW, tanpa menyinggung-nyinggung prilaku dan ucapan shabat atau
tabi’in. Perbedaan mereka terletak pada cakupan definisinya.Definisi dari ahli
hadits mencakup segala sesuatu yang disandarkan atau bersumber dari Nabi SAW,
baik berupa perkataan, perbuatan, dan taqrir.Sedangkan cakupan definisi hadits
ahli ushul hanya menyangkut aspek perkataan Nabi saja yang bisa dijadikan dalil
untuk menetapkan hukum syara’.
Selain Hadits, ada juga istilah yang mempunyai makna seperti Hadits, yakni :
Selain Hadits, ada juga istilah yang mempunyai makna seperti Hadits, yakni :
1. As-Sunnah
Sunnah menurut bahasa berarti :"Jalan dan
kebiasaan yang baik atau yang buruk". Menurut M.T.Hasbi Ash Shiddieqy,
pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa (lughat) bermakna jalan yang dijalani,
terpuji, atau tidak. Sesuai tradisi yang sudah dibiasakan, dinamai sunnah,
walaupun tidak baik.
Berkaitan dengan pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa, perhatikan sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut :
Berkaitan dengan pengertian sunnah ditinjau dari sudut bahasa, perhatikan sabda Rasulullah SAW, sebagai berikut :
"Barang siapa
mengadakan sesuatu sunnah (jalan) yang baik, maka baginya pahala Sunnah itu dan
pahala orang lain yang mengerjakan hingga hari kiamat. Dan barang siapa
mengerjakan sesuatu sunnah yang buruk, maka atasnya dosa membuat sunnah buruk
itu dan dosa orang yang mengerjakannya hingga hari kiamat" (H.R.
Al-Bukhary dan Muslim).
2. Khabar
Selain istilah Hadits dan Sunnah,
terdapat istilah Khabar dan Atsar.Khabar menurut lughat, yaitu berita yang
disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Untuk itu dilihat dari sudut pendekatan
ini (sudut pendekatan bahasa), kata Khabar sama artinya dengan Hadits. Menurut
Ibn Hajar al-Asqalani, yang dikutip as-Suyuthi, memandang bahwa istilah hadits
sama artinya dengan khabar, keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu,
mauquf, dan maqthu’. Ulama lain, mengatakan bahwa kbabar adalah sesuatu yang
datang selain dari Nabi SAW., sedang yang datang dari Nabi SAW. disebut Hadits.
Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar.Untuk keduanya berlaku kaidah ‘umumun wa khushushun muthlaq, yaitu bahwa tiap-tiap hadits dapat dikatan Khabar, tetapi tidak setiap Khabar dapat dikatakan Hadits. Menurut istilah sumber ahli hadits; baik warta dari Nabi maupun warta dari sahabat, ataupun warta dari tabi’in. Ada ulama yang berpendapat bahwa khabar digunakan buat segala warta yang diterima dari yang selain Nabi SAW.
Dengan pendapat ini, sebutan bagi orang yang meriwayatkan hadits dinamai muhaddits, dan orang yang meriwayatkan sejarah dinamai akhbary atau khabary. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar, begitu juga sebaliknya ada yang mengatakan bahwa khabar lebih umum dari pada hadits, karena masuk ke dalam perkataan khabar, segala yang diriwayatkan, baik dari Nabi maupun dari selainnya, sedangkan hadits khusus terhadap yang diriwayatkan dari Nabi SAW. saja.
Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar.Untuk keduanya berlaku kaidah ‘umumun wa khushushun muthlaq, yaitu bahwa tiap-tiap hadits dapat dikatan Khabar, tetapi tidak setiap Khabar dapat dikatakan Hadits. Menurut istilah sumber ahli hadits; baik warta dari Nabi maupun warta dari sahabat, ataupun warta dari tabi’in. Ada ulama yang berpendapat bahwa khabar digunakan buat segala warta yang diterima dari yang selain Nabi SAW.
Dengan pendapat ini, sebutan bagi orang yang meriwayatkan hadits dinamai muhaddits, dan orang yang meriwayatkan sejarah dinamai akhbary atau khabary. Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar, begitu juga sebaliknya ada yang mengatakan bahwa khabar lebih umum dari pada hadits, karena masuk ke dalam perkataan khabar, segala yang diriwayatkan, baik dari Nabi maupun dari selainnya, sedangkan hadits khusus terhadap yang diriwayatkan dari Nabi SAW. saja.
3. Atsar
Atsar menurut lughat ialah bekasan sesuatu, atau sisa
sesuatu, dan berarti nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu do’a umpamanya yang
dinukilkan dari Nabi dinamai: do’a ma’tsur. Sedangkan menurut istilah jumhur
ulama sama artinya dengan khabar dan hadits. Dari pengertian menurut istilah,
terjadi perbedaan pendapat di antara ulama."Jumhur ahli hadits mengatakan
bahwa Atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
SAW., sahabat, dan tabi’in.Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk
yang mauquf dan khabar untuk yang marfu.
Jumhur ulama cenderung menggunakan istilah Khabar dan
Atsar untuk segala sesuatu yang disandarkan kepada NAbi SAW dan demikian juga
kepada sahabat dan tabi’in.namun, para Fuqaha’ khurasan membedakannya dengan
mengkhususkan al-mawquf, yaitu berita yang disandarkan kepada sahabat dengan
sebutan Atsar dan al-marfu’, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
SAW dengan istilah Khabar.
B. Bentuk-Bentuk Hadits
Sesuai pengertiannya dengan berdasarkan secara
terminologi, Hadits ataupun Sunnah, dapat dibagi menjadi tiga macam hadits :
1. Hadits Qauli
Hadits yang berupa perkataan (Qauliyah), contohnya sabda
Nabi SAW :
"Orang mukmin dengan orang mukmin lainnya bagaikan
sebuah bangunan,
yang satu sama lain saling menguatkan." (HR. Muslim)
2. Hadits Fi’il,
Hadits yang berupa perbuatan (fi’liyah) mencakup perilaku
Nabi SAW, seperti tata cara shalat, puasa, haji, dsb. Berikut contoh haditsnya,
Seorang sahabat berkata :
“Nabi SAW menyamakan (meluruskan) saf-saf kami ketika
kami melakukan shalat.Apabila saf-saf kami telah lurus, barulah Nabi SAW
bertakbir.”(HR. Muslim)
3. Hadits Taqriri
Hadits yang berupa penetapan (taqririyah) atau penilaian
Nabi SAW terhadap apa yang diucapkan atau dilakukan para sahabat yang perkataan
atau perbuatan mereka tersebut diakui dan dibenarkan oleh Nabi SAW.
Contohnya
hadits berikut, seorang sahabat berkata ;
“Kami (Para sahabat) melakukan shalat dua
rakaat sesudah terbenam matahari (sebelum shalat maghrib), Rasulullah SAW
terdiam ketika melihat apa yang kami
lakukan,
beliau tidak menyuruh juga tidak melarang kami ” (HR. Muslim)
C. Hubungan
Hadits Terhadap Al-Qur’an
Allah SWTmenutup risalah samawiyah dengan risalah
islam. Dia mengutus Nabi SAW. Sebagai Rasul yang memberikan petunjuk,
menurunkan Al-qur`an kepadanya yang merupakan mukjizat terbesar dan hujjah
teragung, dan memerintahkan kepadanya untuk menyampaikan dan menjelaskannya.
Al-qur`an merupakan dasar syariat karena merupakan kalamullah yang mengandung mu`jizat, yang diturunkan kepada Rasul SAW. Melalui malaikat Jibril mutawatir lafadznya baik secara global maupun rinci, dianggap ibadah dengan membacanya dan tertulis di dalam lembaran lembaran.
Dalam hukum islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-qur`an .penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Al qur`an menunjuk nabi sebagai orang yang harus menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan Allah, karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani kaum muslimin sejak masa sahabat sampai hari ini telah bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional. Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-qur`an hanya memberikan garis- garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima.
Al-qur`an sebagai sumber pokok dan hadits sebagai sumber kedua mengisyaratkan pelaksanaan dari kenyataan dari keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya yang tertuang dalam dua kalimat syahadat. Karena itu menggunakan hadits sebagai sumber ajaran merupakan suatu keharusan bagi umat islam. Setiap muslim tidak bisa hanya menggunakan Al-qur`an, tetapi ia juga harus percaya kepada hadits sebagai sumber kedua ajaran islam. Taat kepada Allah adalah mengikuti perintah yang tercantum dalam Al-qur`an sedang taat kepada Rasul adalah mengikuti sunnah-Nya, oleh karena itu, orang yang beriman harus merujukkan pandangan hidupnya pada Al qur`an dan sunnah/hadits rasul. Alqur`an dan hadits merupakan rujukan yang pasti dan tetap bagi segala macam perselisihan yang timbul di kalangan umat islam sehingga tidak melahirkan pertentangan dan permusuhan. Apabila perselisihan telah dikembalikan kepada ayat dan hadits, maka walaupun masih terdapat perbedaan dalam penafsirannya, umat islam seyogyanya menghargai perbedaan tersebut.
Al-qur`an merupakan dasar syariat karena merupakan kalamullah yang mengandung mu`jizat, yang diturunkan kepada Rasul SAW. Melalui malaikat Jibril mutawatir lafadznya baik secara global maupun rinci, dianggap ibadah dengan membacanya dan tertulis di dalam lembaran lembaran.
Dalam hukum islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-qur`an .penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Al qur`an menunjuk nabi sebagai orang yang harus menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan Allah, karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani kaum muslimin sejak masa sahabat sampai hari ini telah bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional. Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-qur`an hanya memberikan garis- garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat diterima.
Al-qur`an sebagai sumber pokok dan hadits sebagai sumber kedua mengisyaratkan pelaksanaan dari kenyataan dari keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya yang tertuang dalam dua kalimat syahadat. Karena itu menggunakan hadits sebagai sumber ajaran merupakan suatu keharusan bagi umat islam. Setiap muslim tidak bisa hanya menggunakan Al-qur`an, tetapi ia juga harus percaya kepada hadits sebagai sumber kedua ajaran islam. Taat kepada Allah adalah mengikuti perintah yang tercantum dalam Al-qur`an sedang taat kepada Rasul adalah mengikuti sunnah-Nya, oleh karena itu, orang yang beriman harus merujukkan pandangan hidupnya pada Al qur`an dan sunnah/hadits rasul. Alqur`an dan hadits merupakan rujukan yang pasti dan tetap bagi segala macam perselisihan yang timbul di kalangan umat islam sehingga tidak melahirkan pertentangan dan permusuhan. Apabila perselisihan telah dikembalikan kepada ayat dan hadits, maka walaupun masih terdapat perbedaan dalam penafsirannya, umat islam seyogyanya menghargai perbedaan tersebut.
D. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Al-Quran menekankan
bahwa Rasul SAW.berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS 16:44).
Penjelasan atau bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka
ragam bentuk dan sifat serta fungsinya.
Al-qur`an dan hadist merupakan dua sumber yang tidak bisa dipisahkan. Keterkaitan keduanya tampak antara lain:
Al-qur`an dan hadist merupakan dua sumber yang tidak bisa dipisahkan. Keterkaitan keduanya tampak antara lain:
a. Hadist menguatkan
hukum yang ditetapkan Al-qur`an. Di sini hadits berfungsi memperkuat dan
memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-quran. Misalnya, Al-quran menetapkan
hukum puasa, dalam firman-Nya :
“Hai orang – orang
yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang –
orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” . (Q.S AL BAQARAH/2:183)
Dan hadits menguatkan kewajiban puasa tersebut:
Dan hadits menguatkan kewajiban puasa tersebut:
Islam didirikan atas
lima perkara : “persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah , dan Muhammad
adalah rasulullah, mendirikan shalat , membayar zakat , puasa pada bulan
ramadhan dan naik haji ke baitullah.” (H.R Bukhari dan Muslim)
b. Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al qur`an yang masih bersifat global. Misalnya Al-qur`an menyatakan perintah shalat :
b. Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al qur`an yang masih bersifat global. Misalnya Al-qur`an menyatakan perintah shalat :
“Dan dirikanlah oleh
kamu shalat dan bayarkanlah zakat” (Q.S Al Baqarah /2:110) shalat dalam ayat
diatas masih bersifat umum, lalu hadits merincinya, misalnya shalat yang wajib
dan sunat.sabda Rasulullah SAW:
Dari Thalhah bin Ubaidillah : bahwasannya telah datang seorang Arab Badui kepada Rasulullah SAW. dan berkata : “Wahai Rasulullah beritahukan kepadaku salat apa yang difardukan untukku?” Rasul berkata : “Salat lima waktu, yang lainnya adalah sunnat” (HR.Bukhari dan Muslim)
Al-qur`an tidak menjelaskan operasional shalat secara rinci, baik bacaan maupun gerakannya. Hal ini dijelaskan secara terperinci oleh Hadits, misalnya sabda Rasulullah SAW:
Dari Thalhah bin Ubaidillah : bahwasannya telah datang seorang Arab Badui kepada Rasulullah SAW. dan berkata : “Wahai Rasulullah beritahukan kepadaku salat apa yang difardukan untukku?” Rasul berkata : “Salat lima waktu, yang lainnya adalah sunnat” (HR.Bukhari dan Muslim)
Al-qur`an tidak menjelaskan operasional shalat secara rinci, baik bacaan maupun gerakannya. Hal ini dijelaskan secara terperinci oleh Hadits, misalnya sabda Rasulullah SAW:
“Shalatlah kamu
sekalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)
c. Hadits membatasi kemutlakan ayat Al qur`an .Misalnya Al qur`an mensyariatkan wasiat:
“Diwajibkan atas
kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda–tanda maut dan dia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah untuk ibu dan bapak karib
kerabatnya secara makruf. Ini adalah kewajiban atas orang–orang yang bertakwa,”
(Q.S Al Baqarah/2:180) Hadits memberikan batas maksimal pemberian harta
melalui wasiat yaitu tidak melampaui sepertiga dari harta yang ditinggalkan
(harta warisan). Hal ini disampaikan Rasul dalam hadist yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Sa`ad bin Abi Waqash yang bertanya kepada Rasulullah
tentang jumlah pemberian harta melalui wasiat. Rasulullah melarang memberikan
seluruhnya, atau setengah.Beliau menyetujui memberikan sepertiga dari jumlah
harta yang ditinggalkan.
d. Hadits memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al Qur`an yang bersifat umum. Misalnya Al-qur`an mengharamkan memakan bangkai dan darah:
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah , yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali yang sempat kamu menyembelihnya , dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagai kefasikan. (Q.S Al Maidah /5:3) Hadits memberikan pengecualian dengan membolehkan memakan jenis bangkai tertentu (bangkai ikan dan belalang ) dan darah tertentu (hati dan limpa) sebagaimana sabda Rasulullah SAW: Dari Ibnu Umar ra.Rasulullah saw bersabda : ”Dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua darah . Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang dan dua darah adalah hati dan limpa.”(HR.Ahmad, Syafii`,Ibn Majah ,Baihaqi dan Daruqutni)
e. Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-qur`an. Al-qur`an bersifat global, banyak hal yang hukumnya tidak ditetapkan secara pasti .Dalam hal ini, hadits berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-qur`an, misalnya hadits dibawah ini: Rasulullah melarang semua binatang yang bertaring dan semua burung yang bercakar (HR. Muslim dari Ibn Abbas)
‘Abdul Halim Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar, dalam bukunya Al-Sunnah fi Makanatiha wafi Tarikhiha menulis bahwa Sunnah atau Hadits mempunyai fungsi yang berhubungan dengan Al-Quran dan fungsi sehubungan dengan pembinaan hukum syara’. Dengan menunjuk kepada pendapat Al-Syafi’i dalam Al-Risalah, ‘Abdul Halim menegaskan bahwa, dalam kaitannya dengan Al-Quran, ada dua fungsi Al-Sunnah yang tidak diperselisihkan, yaitu apa yang diistilahkan oleh sementara ulama dengan bayan ta’kid dan bayan tafsir. Yang pertama sekadar menguatkan atau menggarisbawahi kembali apa yang terdapat di dalam Al-Quran, sedangkan yang kedua memperjelas, merinci, bahkan membatasi, pengertian lahir dari ayat-ayat Al-Quran.
E. Perbandingan Hadits Dengan Al-Qur’an
Hadits dalam islam merupakan sumber hukum kedua dan
kedudukannya setingkat lebih rendah daripada Al-quran. Al-quran adalah
kalamullah yang diwahyukan Allah SWT lewat malaikat Jibril secara lengkap
berupa lafadz dan sanadnya sekaligus, sedangkan lafadz hadits bukanlah dari
Allah melainkan dari redaksi Nabi sendiri.Dari segi kekuatan dalilnya, Al-quran
adalah mutawatir yang qot’i, sedangkan hadits kebanyakannya khabar ahad yang
hanya memiliki dalil zhanni.Sekalipun ada hadits yang mencapai martabat
mutawattir namun jumlahnya hanya sedikit. Membaca Al-Qur’an hukumnya adalah
ibadah, dan sah membaca ayat-ayatnya di dalam sholat, sementara tidak demikian
halnya dengan hadits.Para sahabat mengumpulkan Al-quran dalam mushaf dan
menyampaikan kepada umat dengan keadaan aslinya, satu huruf pun tidak berubah
atau hilang. Dan mushaf itu terus terpelihara dengan sempurna dari masa ke masa.Sedangkan
hadits tidak demikian keadaannya, karena hadits qouli hanya sedikit yang
mutawatir.Kebanyakan hadits yang mutawatir mengenai amal praktek sehari-hari
seperti bilangan rakaat shalat dan tata caranya.Al-quran merupakan hukum dasar
yang isinya pada umumnya bersifat mujmal dan mutlak.Sedangkan hadits sebagai
ketentuan-ketentuan pelaksanaan (praktisnya). Hadits juga ikut menciptakan
suatu hukum baru yang belum terdapat dalam al-quran seperti dalam hadits yang
artinya : “Hadits dari Abi Hurairoh R.A dia berkata, Rasulullah SAW bersabda
“Tidaklah halal mengumpulkan antara seorang perempuan dengan bibinya (saudara
bapa yang perempuan) dan tidak pula antara seorang perempuan dengan bibinya
(saudara ibu yang perempuan). (H.R. Bukhari dan Muslim).
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa: Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa berarti al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata hadits juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kata jamaknya, ialah al-hadist. Hadits ataupun Sunnah, dapat dibagi menjadi tiga macam hadits yaitu Hadits Qauli. Hadits Fi’il dan . Hadits Taqriri.Sedangkan kedudukan hadits terhadap al-qur’an dalam hukum islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-qur`an .penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an adalah Al-Quran menekankan bahwa Rasul SAW.berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah (QS 16:44). Penjelasan atau bayan tersebut dalam pandangan sekian banyak ulama beraneka ragam bentuk dan sifat serta fungsinya.
1.
Hadist menguatkan hukum yang ditetapkan Al-qur`an
2.
Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al qur`an yang
masih bersifat global.
3.
Hadits membatasi kemutlakan ayat Al qur`an .Misalnya Al
qur`an mensyariatkan wasiat
4.
Hadits memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al Qur`an
yang bersifat umum
5.
Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh
Al-qur`an. Al-qur`an bersifat global, banyak hal yang hukumnya tidak ditetapkan
secara pasti .Dalam hal ini, hadits berperan menetapkan hukum yang belum
ditetapkan oleh Al-qur`an,
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, Teungku M. Hasbi, 1999, Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits, Semarang:PT. Pustaka Rizki Putra.
Ismail ,M.Syuhudi . 1989. Pengantar Ilmu Hadits. Ujung Pandang: Berkah Ujung Pandang
Mudasir. 1999.Ilmu Hadits. Bandung. Pustaka Setia
http://mnhmotivator.blogspot.com/2011/06/fungsi-hadist-terhadap-al-quran_05.html