Debat



BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang
Setiap keterampilan itu berhubungan erat pula dengan proses-proses berfikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan praktek dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti berlatih pula keterampilan berfikir. (Tarigan, 1980:1; Dawson {et al}, 1963: 27). Pembelajaran peningkatan keterampilan berbahasa dikembalikan pada peningkatan keterampilan berbahasa. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: Mula-mula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Menyimak dan berbicara kita pelajari pada saat sebelum memasuki sekolah.

Linguis berkata bahwa “speaking is language”. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan seseorang, yang hanya didahului dengan keterampilan menyimak. Berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan kosa kata yang diperoleh oleh seseorang; melalui kegiatan menyimak dan membaca.

B.   Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan dabat?
2.      Apa saja norma-norma debat?

C.  Tujuan
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran.

BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian Debat
Setelah anggota suatu kelompok mempergunakan teknik diskusi untuk mencapai penyelesaian yang paling baik terhadap suatu masalah, maka mereka pun memakai prinsip-prinsip debat untuk mempengaruhi orang lain di luar kelompok untuk menerima usul yang terpilih itu. Teknik yang satu tidak dapat digantikan oleh yang lainnya. Keduanya mempunyai bidang masing-masing yang tidak dapat dipertukarkan.

Pada dasarnya debat merupakan suatu latihan atau praktik persengketaan dan kontroversi. Debat merupakan suatu argumen untuk menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung atau alternatif, dan ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkalan atau negatif. Biasanya ada dua tim yang masing-masing mempunyai tiga orang anggota. Setelah batasan setiap istilah ditentukan, maka kedua tim tersebut mempersiapkan laporan-laporan singkat mereka yang ada kaitannya dengan masalah-masalah yang bersangkutan. Pembicara pertama mengemukakan kasus bagi afirmatif  serta menyatakan masalah-masalah yang harus di perhatikan oleh kedua rekannya. Begitupula pihak negatif pun membuat persiapan yang sama. Seorang pembicara, penangkis atau penyangkal pun dipilih dari pihak, dan setelah pidato-pidato resmi disajikan, para pembicara penangkas pun mengemukakan sangkaln-sangkalan mereka. Suatu persiapan yang matang jelas sangat diperlukan.

Diskusi terlukis dengan jelas di dalam pertimbangan-pertimbangan mendalam yang dilakukan oleh suatu komite yang menangani tugas pengkajian serta penganjuran suatu kebijaksanaan bagi seluruh kelompok atau organisasi orang tua. Debat terlukis dengan jelas dalam pembicaraan-pembicaraan atau pidato-pidato yang pro dan kontra dalam organisasi yang lebih besar sebelum diadakan pemilihan atau pemungutan suara dilangsungkan, menentukan kebijaksanaan yang mana yang akan diterima. Pada dasarnya debat merupakan suatu latihan atau praktek persengketaan atau kontroversi.

B.  PENGGUNAAN DEBAT
Dalam masyarakat demokratis, debat memegang peranan penting dalam:
·         Perundang-undangan.
Amandemen-amandemen dapat diketengahkan dan debat perlu tidaknya mengenai amandemen-amandemen akan mendahului tindakan yang akan diambil terhadapnya. Kalau dalam perdebatan kedua belah pihak mengemukakan suatu analisis yang lengkap mengenai kegunaan dan kelemahan rencana undang-undang itu, maka para pembuat undang-undang (legislator) haruslah siap melaksanakan pemungutan suara (voting) terhadap masalah itu.

·         Politik.
Selama kampanye-kampanye politik berlangsung, debat-debat bersama memudahkan para pemilih atau pemberi suara mendengar para calon yang bertentangan saling mempertahankan pendapat dan menyerang kelemahan lawan.

·         Bisnis.
Dewan pimpinan dan komite-komite eksekutif dalam suatu perusahaan, disamping diskusi, mempergunakan juga debat untuk memperoleh keputusan dalam berbagai kebijakan.

·         Hukum.
Dalam kantor-kantor pengadilan, kehidupan seseorang sering kali tergantung pada debat yang terjadi antara pihak penuntut dan pembela, dimuka dewan juri atau hakim, hak-hak milik, hak-hak penduduk, tuntutan-tuntutan kerugian, dan banyak lagi masala h kewarganegaraan yang membutuhkan keputusan hakim.

·         Pendidikan.
Pada beberapa kampus perguruan tinggi di universitas, debat telah menjadi suatu sarana penting untuk memperkenalkan komunitas atau masyarakat tersebut dengan masalah-masalah yang hangat diperbincangkan dalamkehidupan sehari-hari. Debat yang demikian bermanfaat sekali apabila dibarengi oleh komentor-komentor yang terperinci, analitis oleh suatu panel yang terdiri dari tiga atau empat orang ahli dan dilanjutkan dengan forum tanya jawab. (Mulgrave, 1954 :64-65)

C. Jenis-Jenis Debat
Berdasarkan bentuk maksud dan metodenya debat diklasifikasikan menjadi: (a). Debat parlementer/majelis; (b). Debat pemeriksaan ulangan untuk mengetahui kebenaran pemeriksaan terdahulu; dan (c). Debat formal, konvensional, atau debat pendidikan.
Ketiga tipe ini dipergunakan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, namun debat parlementer merupakan ciri-ciri badan legislatif. Debat pemeriksaan ulangan adalah suatu teknik yang dikembangkan di kantor-kantor pengadilan dan debat formal berdasarkan pada konversi-konversi debat bersama secarapolitis (Mulgrave, 1954 :650).
a.       Debat Majelis atau Debat Parlementer.
Maksud dan tujuan debat majelis adalah untuk memberi dan menambah dukungan bagi undang-undang tertentu dan semua anggota yang ingin menyatakan pandangan dan pendapatnya, berbicara mendukung atau menentang usul tersebut setelah mendapat izin dari majelis. Pembatasan-pembatasan waktu berdebat dapat diatur oleh tindakan parlementer majelis itu.

b.      Debat Pemeriksaan Ulangan
Debat ini merupakan suatu bentuk perdebatan yang lebih sulit dan menuntut persiapan yang lebih matang dari pada gaya perdebatan formal.Prosedurnya adalah sebagai berikut:
·         Pembicara afirmatif yang pertama menyampaikan pidato resminya. Segera setelah itu, dia diperiksa dengan teliti oleh pembicara negatifyang pertama.
·          Setelah tujuh menit pemeriksaan, sang penanya diberi kesempatan selama empat menit untuk menyajikan kepada para pendengar pengakuan-pengakuan apa yang telah diperolehnya dengan pemeriksaan ulang itu. Dia dibatasi pada apa-apa yang telah diperolehnya secara aktual dengan pengakuan-pengakuan itu, dan tidak diperkenankan memperkenalkan fakta-fakta atau argumen-argumen baru.
·         Selanjutnya, anggota pembicara negatif yang kedua mengemukakan kasus negatif, dan seterusnya diteliti ulang oleh pembicara afirmatif yang kedua. Teknik ini memang agak sulit dan menuntut keterampilan berbahasa yang tinggi yang ada hubungannya dengan pokok permasalahannya.
Maksud dan tujuan debat ini adalah mengajukan serangkaian pertanyaan yang satu dan lainnya berhubungan erat, yang menyebabkan para individu yang ditanya menunjang posisi yang hendak ditegakkan dan diperkokoh oleh sang penanya. Setiap pertanyaan haruslah disampaikan dengan tepat dan jawabanya haruslah singkat, lebih disukai ya atau tidak. Batas waktu dari setiap pembicara telah ditetapkan sebelumnya, biasanya 8-15 menit perorang.
c.       Debat Formal
Tujuan debat formal adalah memberi kesempatan bagi dua tim pembicara untuk mengemukakan kepada para pendengar sejumlah argumen yang menunjang atau membantah suatu usul. Setiap pihak diberi jangka waktu yang sama bagi pembicara-pembicara konstruktif dan bantahan.

D.  Pokok-Pokok Persoalan
Untuk memperoleh pokok-pokok persoalan yang menarik serta merangsang bagi suatu perdebatan, pembicara sepatutnya mempertimbangkan masak-masak mengapa usul atau proposisi yang dikemukakannya merupakan masalah penting bagi perdebatan pada saat ini. Pembicara haruslah membatasi secara tegas dan tepat segala istilah yang terdapat pada proposisi tersebut. Dia harus menentukan dengan tegas apa yang harus diakui/diterima, dilepaskan, atau dikeluarkan karena tidak ada hubungannya dengan masalah yang dikemukakan. Masalah-masalah utama akan membuahkan pokok-pokok persoalan dasar dalam perdebatan dan selanjutnya membimbing ke arah pokok-pokok persoalan tambahan.

Terhadap usul-usul yang ada kaitanya dengan kebijaksanaan, biasanya tiga persediaan pokok persoalan dapat dimanfaatkan, yaitu:
      1.            Apakah diperlukan suatu perubahan.
      2.            Apakah usul itu menawarkan terbaik yang mungkin dibuat.
      3.            Apakah usul itu memberikan kerugian-kerugian yang lebih besar ketimbang keuntungan-keuntungan yang diharapkan.

E. Persiapan Laporan Singkat
            Hal ini dimaksudkan untuk merekam bentuk kalimat uraian mengenai usul yang diajukan oleh pembicara. Laporan singkat dapat mencerminkan yang sewajarnya, maka seorang pembicara pun telah mengetahui setiap aspek masalah yang berhubungan dengan masalah lainnya. Pembicara hendaklah mempersiapkan laporan singkat afirmatif dan negatif untuk mengetahui kasus bagi kedua belah pihak.
1.      Bentuk dan pengembangan laporan
Laporan singkat hendaknya mempergunakan simbol-simbol yang tetap dengan susunan: angka-angka romawi, huruf-huruf kapital, huruf-hurufarab, dan huruf-huruf non kapital. Dalam pendahuluan hubungan maju langkah demi langkah dari umum ke khusus menuju penalaran-penalaran terhadap fakta-fakta. Segala pernyataan haruslah diserasikan dengan baik.

2.      Bagian-bagian laporan
Suatu laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu:
a)      Pendahuluan
Yang biasanya terdiri dari:
Þ    alasan pengadaan diskusi.
Þ    asal usul masalah.
Þ    batasan istilah-istilah.
Þ    masalah yang diakui.
Þ    hal-hal yang tidak relevan.
Þ    pendirian-pendirian utama pihak afirmatif.
Þ    pokok-pokok permasalahan.

b)      Isi
Isi laporan membuat argumen-argumen dan fakta-fakta penunjang bagi pihak afirmatif dan negatif. Argumen utama merupakan jawaban-jawaban terhadap pokok-pokok persoalan. Untuk menguji hubugan setiap argumen kata sebab atau karena dapat disisipkan di belakang setiap pernyataan dalam isi laporan.

c)      Kesimpulan
Kesimpulan laporan mengikhtiarkan secara berurutan argument-argumen utama dalam bentuk “anak kalimat sebab“ atau “klausa selagi” yang diikuti atau “maka dengan demikian”. Bagian afirmatif dan negatif masing-masing mempunyai kesimpulan sendiri, yang jelas bertentangan satu dan lainnya.


F. PERSIAPAN PIDATO DEBAT
Para anggota debat haruslah mempersiapkan dua jenis pidato yang berbeda yaitu:
1.      PidatoKonstruktif
Setiap anggota debat haruslah merencanakan suatu pidato konstruktif yang diturunkan dari argument-argumen dan fakta-fakta dalam laporannya serta disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan para pendengarnya maupunargumen-argumen yang timbul dari para penyanggahnya.
Pidato-pidato hendaklah tetap bersifat fleksibel pada pendahuluan sanggahan kalau perlu dan juga bagi kesinambungan penyesuaian terhadap argumen-argumen yang dikemukakan oleh oposisi. Karena waktu yang tersedia bagi pembicara atau pidato debat memang terbatas, masalah yang dipilih serta usul yang diajukan dalam pengembangan kasus merupakan pertimbangan-pertimbangan penting, merupakan konsiderasi-konsiderasi utama. Hal-hal yang harus ditekankan, fakta-fakta yang paling persuasif, minat serta kepercayaan umum atau khusus para pendengar yang dapat dimanfaatkan, serta susunan ide-ide yang akan dapat menimbulkan daya pikat yang paling kuat.

Untuk menemui serta memenuhi segala tuntutan bagi persiapan pidatonya, pembicara debat hendaklah menelaah baik masalah-masalah yang bersifat argumentatif maupun yang persuasif. Di mana akan menemui segala hal yang perlu sekali bagi persiapan pidato, dalam pembuktian kasusnya, dalam penemuan oposisi, dan dalam menarik perhatian serta meyakinkan para pendengar.

2.      Pidato Sanggahan
Dalam pidato sanggahan tidak diperkenankan adanya argument-argumen konstruktif yang baru. Akan tetapi fakta-fakta tambahan demi memperkuat yang telah dikemukakan dapat diperkenalkan dalam mengikhtisarkan kasus tersebut.

Pidato sanggahan tidak dapat dikatakan baik dan sempurna kalau ternyata gagal memperlihatkan kekuatan kasus tersebut secara keseluruhan. Sang pembicara hendaknya mengakhiri serta menyimpulkan pembicaraannya dengan cara mengarahkan kembali perhatian para pendengar kepada pokok-pokok persoalan utama dalam perdebatan itu dan dengan jalan memperlihatkan secara khusus bagaimana pembuktiannya menjawab masalah-masalah tersebut secara lebih memuaskan ketimbang yang dilakukan oleh kasus penentang atau oposisinya itu.

BAB III
PENUTUP


A.  Kesimpulan
            Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa debat merupakan suatu argumen untuk  menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung/afirmatif, dan ditolak, disangkal, oleh pihak lain yang disebut penyangkal atau negatif.

B. Saran
Penulis mempunyai saran-saran yaitu:
      1.            Sebaiknya dalam debat kita menggunakan bahasa yang baik dan benar.
      2.            Jangan menggunakan emosi ketika berpendapat maupun menyanggah.
      3.            Menerima kritikan dan saran.


DAFTAR PUSTAKA


Tarigan, Henry Guntur.1981. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.


Subscribe to receive free email updates: